e-JEMMi -- Cerita Misi
No.16, Vol.15, April 2012
SEKILAS ISI
KESAKSIAN MISI: LUPUT DARI PEMENGGALAN KEPALA
TOKOH MISI: ISAAC MCCOY
SUMBER MISI: ADVANCING THE MINISTRIES OF THE GOSPEL (AMG) INTERNATIONAL
Shalom,
Konflik agama yang sempat pecah di Poso beberapa tahun lalu menyisakan banyak kisah memilukan namun menguatkan bagi beberapa orang. Banyak anak Tuhan yang mengalami penderitaan yang seolah sudah tidak mengenal sisi kemanusiaan lagi. Kesaksian misi kali ini menghadirkan peristiwa yang dialami oleh seorang anak Tuhan di Poso, yang hampir saja merenggut nyawanya. Cintanya kepada Tuhan membutuhkan suatu pembuktian yang mungkin tak satu anak Tuhan pun ingin mengalaminya. Namun kenyataannya, cara Tuhan mengajar anak ini untuk melihat penderitaan dengan kacamata ucapan syukur dan kebanggaan di dalam Tuhan telah membuat kisahnya menjadi berkat bagi banyak orang. Simak juga kisah Isaac Mccoy dalam upaya memindahkan suku Cherokee, untuk menyelamatkan mereka dari pengaruh orang kulit putih. Selamat membaca, semoga kesaksian dan tokoh misi kali ini menjadi berkat bagi Anda.
Redaksi Tamu e-JEMMi,
Berlian Sri Marmadi
< http://misi.sabda.org/ >
KESAKSIAN MISI: LUPUT DARI PEMENGGALAN KEPALA
Jarang sekali seorang pendeta mau ditugaskan melayani di desa M -- Poso meskipun ini adalah desa Kristen. Banyak orang Kristen dibantai secara keji di sekitar daerah itu. JT (30 tahun), tidak takut menggantikan tugas penggembalaan seorang gembala GPdI yang meninggal karena sakit di desa M. JT hanya menggembalakan 2 keluarga karena jemaat lainnya telah mengungsi. JT tidak memiliki kendaraan untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan, dan untuk itu ia meminjam sepeda motor milik orang tuanya di desa P.
Suatu sore -- 23 Desember 2004, JT menghadiri ibadah Natal bersama di desa T. Acara berakhir malam dan kembali ke desanya dalam kegelapan malam adalah berbahaya. Terpaksa ia bermalam di desa orang tuanya. Keesokan harinya, 24 Desember 2004, JT memulangkan istri dan anaknya ke desanya terlebih dahulu, dan kembali lagi untuk mengembalikan motor milik orang tuanya.
Setelah memulangkan istri dan anaknya, ia mengembalikan motor itu ditemani seorang jemaatnya, J (18 tahun). Mereka masing-masing membawa motor melewati jalan di antara perkebunan cokelat. Di tengah perjalanan antara desa M dan P, tampak seorang pria berdiri di pinggir kanan jalan. JT tidak menyadari jika pria itu adalah seorang radikal yang sedang menyembunyikan sebuah parang. JT sempat membunyikan klakson dan terus melintas dalam kecepatan 30 km/jam. Rupanya pria itu berencana mengayunkan parangnya ke bagian leher ketika JT melintas di depan pria itu, sehingga otomatis kepala JT akan terpenggal dan menggelinding ke bawah.
Ketika JT melintas persis di depan pria itu, seketika pria itu mengayunkan senjatanya. Ia kaget dan melakukan gerakan refleks untuk menghindar dengan cara membungkukkan badannya. Leher JT luput dari sebuah penggalan yang mematikan. Namun, parang itu tetap mengenai wajahnya. Mulut JT robek dari bagian pipi kanan ke pipi kiri. Sepuluh giginya bagian atas rontok dan lidahnya teriris. Karena pipinya robek, rahang bagian bawah menggelantung. Ia tidak sanggup mengatupkan mulutnya dan JT melemparkan motornya ke pinggir jalan.
Menyaksikan JT terluka parah dan terancam nyawanya, J melompat dari motornya dan menghampiri pria itu. Mereka pun berduel. Pria itu jatuh. Dari balik semak-semak muncul tiga orang pria lainnya bersenjatakan parang, lalu mengeroyok J. J terluka di bagian pelipis dan sekujur punggungnya. Jari telunjuk kirinya putus. J berlari kembali ke arah desa M dalam kejaran tiga pria tersebut, sementara salah seorang pria itu mengejar JT yang berlari ke arah desa P. JT lari sambil memegangi rahang bagian bawah yang menggelantung sambil terkucur darah segar. Tangan Tuhan menolongnya. Semakin jauh JT dan J berlari, semakin tertinggal pengejarnya.
"Aku menaikkan doa pengampunan saat berlari. Aku berteriak: 'Tuhan beri aku kekuatan! Aku ampuni mereka!' Seketika aku merasakan kekuatan mengalir dari atas, yang memampukan aku berlari makin kencang dan aku merasa badanku ringan sekali ketika lari. Tak terasa 1,5 kilometer telah aku lampaui hingga tiba di desa P. Aku bertemu warga Kristen dan aparat, lalu aku dibawa ke rumah sakit Poso dengan angkutan kota," kata JT. Sementara itu, J berlari terus hingga tiba di desa M dan bertemu aparat di pos keamanan, lalu ia dilarikan ke rumah sakit Poso dengan dibonceng sepeda motor. Di lokasi kejadian, polisi menemukan beberapa parang tajam sepanjang 70 sentimeter yang masih ada darahnya, dan 5 buah karung yang disediakan untuk membungkus kepala JT dan J yang akan dipenggal.
JT merasa bahwa tugas penggembalaan merupakan sebuah panggilan yang kita tidak boleh memilih-milih. "Setelah ini aku tetap kembali melayani Tuhan. Sekarang aku bisa ikut merasakan penderitaan para martir yang mengasihi Allah. Jika waktu itu aku tidak memiliki sukacita dan terlalu berfokus pada penderitaanku, mungkin aku sudah menyangkal Kristus," ungkap JT. Dan lagi, J menambahkan, "Aku ingin para pendeta melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh."
Dengan bantuan sebuah yayasan Kristen, JT mendapatkan bantuan medis lebih lanjut. JT dibuatkan gigi palsu dengan metode implantasi yaitu menanamkan titanium alloy sebagai pengganti akar. Sekarang JT tidak lagi kesulitan mengunyah makanan. Perhatian ini akan mengingatkan orang-orang Kristen teraniaya bahwa mereka tidak sendirian. Tetapi Tuhan bersama mereka melalui saudara seiman yang memberikan doa dan perhatian.
Goresan bekas luka tampak di sepanjang wajah JT. Goresan ini bisa dihilangkan dengan operasi bedah plastik. Namun JT menolak ketika ia ditawari untuk melakukan operasi bedah plastik. JT menjawab, "Saya tidak perlu itu. Tanda ini akan menjadi kenangan dan kesaksian bagi banyak orang. Mereka akan sangat diberkati oleh kesaksian saya." Bagi sebagian orang, tanda bekas luka atau cacat adalah hal yang memalukan, tapi bagi orang yang mengasihi-Nya tanda itu adalah meterai perjanjian kemuliaan dengan Allah.
Pokok Doa:
1. Bersyukur bahwa Tuhan membuktikan penyertaan-Nya kepada anak-anak-Nya dan tidak membiarkan mereka seorang diri menghadapi penganiayaan.
2. Berdoa untuk JT dan J, supaya mereka tetap dikuatkan Tuhan dan terus menyaksikan kasih-Nya dalam hidup mereka.
3. Berdoa agar Tuhan memakai kesaksian ini untuk menguatkan setiap pembaca dalam menghadapi semua tantangan dan masalah.
Diambil dari:
Nama buletin: Kasih Dalam Perbuatan, Edisi Maret - April 2005
Penerbit: Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya
Halaman: 11
TOKOH MISI: ISAAC MCCOY
Misi Protestan untuk orang-orang Indian Amerika telah berubah selama akhir abad ke-18. Masa Kebangkitan Besar yang telah mengobarkan api misi pada masa kolonial telah padam, dan selama bertahun-tahun setelah Revolusi Amerika, misi Protestan seakan tertidur. Lebih-lebih para pelayan tidak lagi menemukan orang-orang Indian yang tidak terjangkau dalam jemaat mereka sendiri. Banyak suku Indian yang punah karena peperangan dan penyakit yang dibawa orang-orang kulit putih, dan sebagian besar dari mereka yang selamat menemukan bahwa populasi daerah pesisir sebelah timur terlalu padat untuk gaya hidup pribumi mereka.
Bersamaan dengan pergerakan peradaban yang menuju Barat, orang-orang Indian terdorong semakin jauh kembali ke padang belantara yang tidak dikenal. Orang-orang yang berupaya untuk menginjili mereka tidak lagi dapat tinggal di rumah sambil melayani dan menjalankan pelayanan rangkap dua, sebagaimana yang dulu dilakukan oleh para pelayan kolonial; tetapi mereka harus berpindah tempat dan mengendarai kereta kuda mereka menuju ke barat, keluar dari daerah pemukiman kulit putih untuk menjangkau orang-orang Indian. Beberapa utusan Injil seperti Zeisberger, terdesak menuju ke barat bersama dengan para pengikut Indian mereka.
Namun yang menarik, ketika orang-orang Indian terdesak ke sebelah barat, terdapat sebuah ketertarikan yang baru dalam misi-misi kepada orang Indian. Hal ini selain disebabkan oleh Masa Kebangkitan Kedua yang melanda sebagian besar Amerika Serikat bagian timur selama awal abad ke-19, juga disebabkan oleh fakta bahwa banyak orang yang mendapati bahwa orang-orang Indian lebih mudah untuk dikasihi dari jarak jauh daripada dalam kedekatan. Orang-orang awam dan para pelayan sama-sama mendapati bahwa lebih sederhana dan mudah untuk mengutus para utusan Injil ke beberapa pos yang jauh, daripada untuk terlibat di lingkungan dekat mereka sendiri. Selama tahun-tahun ini, denominasi-denominasi mengembangkan misi kepada orang-orang Indian, dan organisasi-organisasi misi yang sudah ada semakin meningkatkan usaha mereka.
Ketertarikan orang-orang Methodis terhadap kebutuhan misi kepada orang-orang Indian dibangkitkan oleh John Steward, seorang kulit hitam dari Ohio yang merasa terpanggil untuk berkhotbah kepada orang-orang Indian Wyandot di Upper Sandusky, Ohio, setelah ia bertobat di sebuah pertemuan kamp. Dia diterima dengan baik oleh orang-orang Indian ketika tiba pada tahun 1816, dan ia terkejut saat mengetahui bahwa seorang kulit hitam lainnya, Jonathan Painter, budak yang melarikan diri dari Kentucky, tinggal di tengah-tengah orang-orang Indian itu. Steward berusaha menjadikan pria itu penerjemah baginya, tetapi Painter menolak dengan berkata, "Bagaimana saya bisa menerjemahkan Injil kepada orang-orang Indian sementara saya sendiri tidak beragama?" Malam itu, dengan dorongan dan doa Steward, Painter berdamai dengan Allah, dan bersama-sama mereka berkhotbah kepada orang-orang Indian. Steward resmi menjadi pendeta Methodis, dan pada tahun 1819 Methodist Missionary Society didirikan, dan para utusan Injil yang terlatih ditugaskan ke wilayah Upper Sandusky.
Misi-misi Baptis kepada orang-orang Indian dimulai oleh Isaac McCoy dan istrinya, yang membuka sebuah pelayanan misi di Fort Wayne pada tahun 1820. Setelah dua tahun di tempat itu, mereka memindahkan misinya ke Michigan Selatan karena apa yang mereka percayai tentang orang Indian bertentangan dengan apa dipercaya oleh tetangga kulit putih mereka. Di sana mereka mendirikan Badan Misi Carey, kompleks misi yang cukup berkembang. Seorang perwira militer Amerika Serikat yang mengunjungi kompleks misi itu, hanya setelah tujuh bulan sejak tempat itu didirikan, mendapati sebuah kompleks misi yang dijalankan secara mengesankan dan efisien, yang mencakup sebuah rumah misi yang besar, sekolah, bengkel pandai besi, dan bangunan-bangunan lainnya, juga kebun-kebun, taman-taman, dan padang rumput yang dipagari. Sekolah itu memunyai kurang lebih empat puluh orang murid, dan misi menunjukkan setiap tanda keberhasilan. Namun setelah dua tahun, McCoy sekali lagi khawatir untuk melanjutkan, sekali lagi takut dengan pelanggaran batas orang-orang kulit putih dan konsekuensi-konsekuensi menakutkan yang dia yakini akan berdampak pada orang-orang Indian yang tinggal dekat dengan orang-orang kulit putih. Dia percaya bahwa satu-satunya solusi terhadap gangguan pengaruh tetangga kulit putih adalah dengan mendirikan sebuah koloni Indian "di sebelah barat negara bagian Missouri". Pada tahun 1824, McCoy pergi ke Washington untuk mengajukan rencananya dalam pertemuan tahunan Dewan Misi Baptis. Dengan persetujuan dewan misi itu, ia menyelenggarakan sebuah pertemuan dengan Sekretaris Perang John C. Calhoun, yang mendukung rencananya. Sejak pertemuan itu, usaha McCoy beralih ke lobi politik dan jauh dari pekerjaan penginjilan di antara orang-orang Indian; para bawahannyalah yang mengambil alih pekerjaan utusan Injil tersebut.
Meskipun secara historis golongan Baptis memperjuangkan pemisahan antara gereja dengan negara, adalah hal yang paradoks bahwa melalui pengaruh McCoy, misi orang-orang Indian Baptis menjadi berkaitan erat dengan pemerintahan. Ini merupakan sebuah periode dalam sejarah negara, di mana pemerintah menjadi terlibat jauh dalam misi-misi orang Indian, dan golongan Baptis lebih siap daripada denominasi lain dalam mengemban peran ini. Misi Carey menerima dana pemerintah, dan McCoy secara aktif bergabung dengan pemerintah terhadap isu penggusuran Indian -- kasus yang paling terkenal di mana McCoy melibatkan diri adalah penggusuran orang-orang Cherokee dari Georgia. Alasan McCoy atas penggusuran Indian adalah bahwa orang-orang Indian harus dipisahkan dari orang-orang kulit putih untuk dikristenkan, dan secara politik dia berdampingan dengan negara bagian Georgia dalam pernyataannya atas tanah suku Cherokee. Dia tidak merasa cemas untuk memulai tindakan yang kontroversial dan drastis, dan dia siap menerima tugas pemerintahan untuk menjelajah dan memeriksa negeri di barat yang sesuai dengan koloni Indian.
Penggusuran orang-orang Cherokee adalah salah satu ketidakadilan terbesar yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dalam sejarah bangsa itu. Pada tahun 1837, beberapa tahun setelah penemuan emas di negeri mereka, orang-orang Indian di negara Cherokee yang hidup damai dan maju secara budaya, dipaksa oleh ketetapan pemerintah dan 9.000 pasukan untuk meninggalkan rumah mereka di Georgia. Mereka digiring ke dalam benteng, sementara harta benda mereka dilelang habis. Ribuan orang dari mereka kemudian dipindahkan dengan kapal sungai, sementara yang lainnya dipaksa untuk berjalan melalui darat di sebelah atas Sungai Mississippi. Ini merupakan perjalanan yang membahayakan dan angka kematiannya tinggi. Dukungan kuat McCoy terhadap kebijakan penggusuran ini bukanlah ciri-ciri semua utusan Injil. Bahkan, banyak utusan Injil yang dengan gagah berani melawan tindakan itu, dan sebelumnya, siksaan dialami oleh 4 orang Presbiterian dan 2 utusan Injil Methodis ditangkap, diadili, dihukum, dan dijatuhi hukuman pekerja kasar karena protes keras mereka. Memikirkan tentang para utusan Injil yang diseret dari rumah mereka dengan dirantai bukanlah hal yang biasa.
Dalam pembelaan McCoy, harus ditunjukkan bahwa meskipun dia adalah salah satu pendukung penggusuran yang terkuat, dia benar-benar memunyai keberanian untuk mengutuk kekejaman dalam melaksanakan prosedurnya. Pada akhirnya, penggusuran secara paksa terhadap orang-orang Cherokee tidak diragukan lagi lebih mencoreng alasan Injil di antara orang-orang Indian, daripada pengaruh buruk apa pun yang diberikan oleh tetangga kulit putih mereka.
Untungnya, penggusuran orang-orang Cherokee secara brutal merupakan pengecualian dan bukan yang semestinya. Sebagian besar suku-suku Timur yang mempertahankan campur tangan orang kulit putih terdesak ke Barat dari tanah kelahiran mereka, dan melewati batasan peradaban orang-orang kulit putih. Namun, bukan tanpa penolakan. Orang-orang Indian sering kali berjuang dengan gigih demi tanah mereka, kadang-kadang mengorbankan para Utusan Injil yang datang untuk melayani mereka. Kisah Waiilatpu di negeri Oregon dengan jelas melukiskan ini. (t\Jing Jing)
Diterjemahkan dari:
Judul buku: From Jerusalem to Irian Jaya
Penulis: Ruth A. Tucker
Penerbit: The Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan 1983
Halaman: 95 -- 97
SUMBER MISI: ADVANCING THE MINISTRIES OF THE GOSPEL (AMG) INTERNATIONAL
AMG International berfokus untuk melakukan penginjilan di seluruh penjuru dunia, sehingga setiap orang setidaknya mendapat kesempatan satu kali mendengar dan menanggapi Injil. Organisasi yang berkantor pusat di Chattanooga, Tennessee, AS ini melayani 55 negara. Melalui situsnya Anda dapat melihat secara lengkap pelayanan AMG Internasional yang menaruh perhatian khusus kepada pendidikan calon-calon pemimpin lokal sebagai utusan Injil bangsanya. Anda juga bisa belajar tentang Allah, berpartisipasi, mendukung dalam doa dan dana bagi kelanjutan pelayanan organisasi ini. Selamat berkunjung! (MDK)
"THERE IS NO PLACE WHERE EARTH'S SORROWS ARE MORE KEENLY FELT THAN IN HEAVEN"
Kontak: < jemmi(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Yosua Setyo Yudo
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/misi >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >