Renungan Harian & Leadership Kristen
| Renungan | Bina | Bio | Buku | Doa | E-JEMMi | Kisah | Konsel | Leadership | Wanita | Humor |

Wednesday, January 4, 2012

[e-Penulis] Edisi 101/Januari 2012 -- Manfaat Menulis sebagai Terapi Psikologis (I)

Anda terdaftar dengan alamat: iklanmdo.kristen@blogger.com

e-Penulis -- Manfaat Menulis sebagai Terapi Psikologis (I)
101/Januari 2012

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: TAHUN BARU, PARADIGMA BARU!
ARTIKEL: TERAPI MENULIS HILANGKAN STRES
POJOK BAHASA: KESESATAN BAHASA


DARI REDAKSI: TAHUN BARU, PARADIGMA BARU!

Menulis bukan sekadar merangkai huruf demi huruf menjadi sebuah kata maupun kalimat. Menulis merupakan seni untuk mengekspresikan diri dan membagikan pengalaman maupun pemikiran melalui setiap rangkaian kalimat. Menulis juga merupakan salah satu cara yang bisa dipakai untuk pemulihan kesehatan fisik maupun emosi, salah satunya menghilangkan stres. Benarkah?

Hal itulah yang akan dibahas dalam e-Penulis edisi perdana tahun 2012 ini. Mari kita membuka paradigma untuk memahami salah satu manfaat menulis melalui artikel "Terapi Menulis Hilangkan Stres". Dapatkan pula wawasan mengenai "Kesesatan Bahasa" yang bisa Sahabat temukan dalam kolom Pojok Bahasa. Selamat membaca dan dapatkan berkatnya.

Selamat Tahun Baru 2012!

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Santi Titik Lestari
< santi(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >


ARTIKEL: TERAPI MENULIS HILANGKAN STRES

Masih ingatkah Anda kisah-kisah sedih yang dulu sering Anda bagi dengan catatan harian Anda? Mungkin Anda masih bisa merasakan kenyamanan setelah menuangkan pikiran dan isi hati. Apakah Anda sudah berhenti menulis catatan harian karena merasa tidak cocok lagi dengan usia Anda? Hal ini tidak benar, tidak ada batasan usia untuk menulis. Menurut Karen Baikie, seorang clinical psychologist dari University of New South Wales, menuliskan peristiwa-peristiwa traumatik, penuh tekanan serta peristiwa yang penuh emosi bisa memperbaiki kesehatan fisik dan mental.

Dalam studinya, Baikie meminta partisipan menulis 3 -- 5 peristiwa yang penuh tekanan selama 15 -- 20 menit. Hasil studi menunjukkan, mereka yang menuliskan hal tersebut mengalami perbaikan kesehatan fisik dan mental secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang menulis topik-topik yang netral. Menurut Baikie, terapi menulis ekpresif ini akan meningkatkan kadar stres, suasana hati yang negatif, gejala-gejala fisik, serta penurunan suasana hati yang positif di tahap awal. Akan tetapi, dalam jangka panjang, banyak studi yang telah menemukan bukti mengenai manfaat terapi menulis bagi kesehatan. Para partisipan melaporkan merasa lebih baik, secara fisik maupun mental.

Dalam jangka panjang, terapi menulis bisa mengurangi kadar stres, meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, mengurangi tekanan darah, memperbaiki fungsi paru-paru, fungsi lever, mempersingkat waktu perawatan di rumah sakit, meningkatkan mood, membuat penulis merasa jauh lebih baik, serta mengurangi gejala-gejala trauma. Terapi ini, bisa bermanfaat bagi orang yang memunyai berbagai masalah kesehatan. "Partisipan yang menderita asma dan rematik arthritis menunjukkan adanya perbaikan fungsi paru-paru setelah melakukan tes laboratorium," kata Baikie.

Menulis, menurut peneliti dari Universitas Texas, James Pennebaker, bisa memperkuat sel-sel kekebalan tubuh yang dikenal dengan T-lymphocytes. Pennebaker meyakini, menuliskan peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan akan membantu Anda memahaminya. Dengan begitu, akan mengurangi dampak penyebab stres terhadap kesehatan fisik Anda.

Dengan menulis, Anda mengasah otak kiri yang berkaitan dengan analisis dan rasional. Saat Anda melatih otak kiri, otak kanan Anda akan bebas untuk mencipta, mengintuisi, dan merasakan. Singkatnya, menulis bisa menyingkirkan hambatan mental Anda dan memungkinkan Anda menggunakan semua daya otak untuk memahami diri Anda, orang lain, serta dunia sekitar Anda dengan lebih baik.

Apalagi yang Anda tunggu? Mulailah menulis dan rasakan manfaat-manfaat berikut ini.

1. Menjernihkan pikiran dan perasaan.

Apakah Anda pernah merasa terpuruk, tidak yakin dengan apa yang Anda rasakan? Luangkan beberapa menit waktu Anda dan mulailah menuliskan pikiran-pikiran dan emosi Anda. Tidak perlu diedit. Anda akan semakin memahami dunia internal Anda dan merasa lebih baik.

2. Mengenali diri Anda lebih baik.

Dengan menulis secara teratur, Anda akan lebih memahami apa yang membuat Anda gembira dan percaya diri. Anda juga akan semakin memahami situasi dan orang-orang yang bisa meracuni Anda. Informasi ini akan sangat penting bagi kesehatan emosional Anda.

3. Mengurangi stres.

Menulis mengenai kemarahan, kesedihan, serta emosi menyakitkan lainnya bisa membantu meredakan intensitas perasaan negatif itu sendiri. Dengan begitu, Anda akan merasa lebih tenang dan tetap menjalani hidup dengan lebih baik.

4. Memecahkan masalah dengan lebih efektif.

Biasanya kita memecahkan masalah dengan menggunakan otak kiri, perspektif analitis. Tapi, kadang-kadang kita bisa menemukan jawaban dengan melibatkan kreativitas dan intuisi otak kanan. Menulis akan membuka kemampuan-kemampuan lainnya dan memungkinkan hadirnya solusi baru yang bisa memecahkan masalah.

5. Mengatasi kesalahpahaman dengan orang lain.

Ketidaksepahaman yang tidak bisa dipecahkan dengan kata-kata ucapan bisa diselesaikan melalui tulisan. Dengan menulis, Anda akan lebih bisa memahami poin masing-masing. Dengan begitu, Anda bisa menemukan resolusi yang lebih tepat.

Cara memulai:

1. Anda tidak harus datang ke terapis. Lakukan sendiri dengan menulis secara rutin setiap hari selama 20 menit.
2. Mulailah dengan menulis apa saja, di mana saja, dan lupakan tanda baca atau ejaan kata yang benar.
3. Carilah tempat yang tepat. Privasi merupakan kunci utama jika Anda menulis tanpa disensor.
4. Menulislah dengan cepat, seolah-olah kegiatan ini membebaskan otak Anda dari segala keharusan dan hambatan-hambatan.

Melalui tulisan, Anda bisa menemukan teman yang selalu menerima tanpa menghakimi. Terapi ini juga mudah dilakukan kapan saja dan di mana saja.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama Situs: Media Indonesia
Alamat URL: http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/05/14/1168/13/Terapi-Menulis-Hilangkan-Stres
Judul artikel: Terapi Menulis Hilangkan Stres
Penulis: Ikarowina Tarigan
Tanggal akses: 20 September 2011


POJOK BAHASA: KESESATAN BAHASA

Sebetulnya, kata-kata dalam bahasa dapat memiliki arti yang berbeda-beda, dan setiap kata dalam sebuah kalimat memunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka, meskipun kata yang dipakai sama dalam kalimat yang berbeda, kata dapat bervariasi artinya.

Sebuah kalimat dengan struktur tertentu, dapat memunyai arti lebih dari satu dan arti kalimat juga tergantung dari konteksnya, sehingga arti kalimat yang sama dapat bervariasi dalam kalimat yang berbeda.

Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat dapat menimbulkan "kesesatan penalaran" (Soekadijo (1994:12)). Kesesatan karena bahasa menurut Soekadijo, biasanya hilang atau berubah kalau penalaran dari satu bahasa disalin ke dalam bahasa yang lain. Kalau penalaran itu diberi bentuk lambang, kesesatan itu akan hilang sama sekali. Justru, lambang-lambang dalam logika diciptakan untuk menghindari adanya ketidakpastian arti dalam bahasa.

Berikut ini beberapa kesesatan karena bahasa (Soekadijo 1994:12-13):

1. Kesesatan karena aksen atau tekanan.
Dalam ucapan, tiap-tiap kata ada suku kata yang diberi tekanan. Perubahan tekanan dapat membawa perubahan arti. Maka kurang perhatian terhadap tekanan ucapan dapat mengakibatkan perbedaan arti dan kesesatan penalaran. Contoh:

Tiap pagi pasukan mengadakan apel.
Apel itu buah.
Jadi: Tiap pagi pasukan mengadakan buah.

2. Kesesatan karena term ekuivok.
Term ekuivok itu term yang memunyai lebih dari satu arti. Kalau dalam satu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang sama, terjadilah kesesatan penalaran. Contoh:

Sifat abadi adalah sifat Ilahi.
Adam adalah mahasiswa abadi.
Jadi: Adam adalah mahasiswa yang bersifat Ilahi.

3. Kesesatan karena anti kiasan (metafora).
Ada analogi antara arti kiasan dan arti sebenarnya, artinya ada persamaan dan ada perbedaannya. Kalau dalam suatu penalaran sebuah arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya atau sebaliknya, terjadilah kesesatan karena arti kiasan.

Rupanya agak luar biasa apabila orang mencampuradukkan arti sebenarnya dan arti kiasan dari suatu kata atau ungkapan. Kesesatan itu sering disengaja dalam lawak.

4. Kesesatan karena amfiboli (amphibolia).
Amfiboli terjadi kalau konstruksi sebuah kalimat itu demikian rupa, sehingga artinya menjadi bercabang. Misalnya, "Mahasiswa yang duduk di atas meja yang paling depan..."

Apa yang paling depan, mahasiswanya atau mejanya? Kalau dalam sebuah penalaran kalimat amfibol itu di dalam premis digunakan dalam arti yang satu, sedang di dalam konklusi artinya berbeda, maka terjadilah kesesatan karena amfiboli itu.

Berkenaan dengan soal kesesatan karena term ekuivok, kesalahpahaman sering terjadi karena orang berasumsi bahwa kata, ungkapan, atau bahkan kalimat, tidak ekuivokal (unequivocal), artinya hanya memiliki sebuah makna. Hayakawa (1978, dalam Tubbs & Moss, 1994:85), menyebut hal ini sebagai "the 'one word, one meaning' fallacy" (kesalahan satu kata, satu makna). Sesungguhnya, kata Tubbs & Moss, kebanyakan bahasa yang kita pergunakan adalah ekuivokal, yaitu memiliki dua atau lebih interpretasi (two or more possible interpretations).

William Safire, seorang kolumnis surat kabar, seperti dikisahkan Tubbs & Moss, pernah menerima undangan untuk menghadiri opera. "Jam, tanggal, dan tempatnya dicantumkan dengan baik. Lalu di sudutnya tertulis instruksi misterius tentang baju: 'Bukan Dasi Hitam'. Apakah arti instruksi ini?"

Apakah "bukan dasi hitam" berarti pakaian resmi, seperti yang ditulis dalam undangan resepsi dasi Kedutaan Besar Turki? Lebih jauh lagi, apakah ini berarti bahwa Seragam Bangsa Amerika saat ini (blaser biru, celana cokelat susu) sudah usang? Apakah bukan dasi hitam berarti "tidak boleh mengenakan dasi yang sudah lusuh" atau "sama sekali tidak pakai dasi" (Tubbs & Moss, 1994:85).

Tampaknya ada dua sumber kekacauan mengenai kata dan ungkapan. Pertama, orang berasumsi bahwa karena mereka menggunakan kata yang sama, maka berarti mereka sepakat, padahal kenyataannya setiap orang menafsirkan kata itu secara berbeda. Kedua, terjadi bila orang mengira berbeda pendapat karena menggunakan kata-kata yang berlainan. Padahal sebenarnya, mereka sepakat pada konsep atau maksud yang dikandung oleh kata-kata tersebut. Mereka menggunakan istilah yang berbeda yang memiliki referen yang sama.

Contoh kalimat: Pinjaman $ 200 juta Diberikan Indonesia

Apa sebetulnya yang salah di dalam kepala berita itu?

Orang yang dapat memahami susunan bahasa Indonesia yang baik sudah pasti akan segera mengambil kesimpulan bahwa yang dinyatakan oleh kepala berita di atas ialah "pinjaman sebesar dua ratus juta dolar telah diberikan oleh Pemerintah Indonesia". Kepada siapa diberikan atau siapa yang menerima pinjaman itu belum diketahui karena tidak tercakup dalam kepala berita yang singkat itu. Tetapi setelah kita membaca berita sebenarnya yang tertulis di bawah kepala berita itu, kita mungkin akan kecewa karena ternyata yang tertulis itu justru sebaliknya dari yang dinyatakan di dalam kepala berita itu. Bukan Indonesia yang memberikan pinjaman, melainkan Indonesialah yang beroleh pinjaman dari luar negeri.

Rupanya, redaksi telah menghilangkan sepatah kata penting yang semestinya tidak boleh dihilangkan, yaitu kata depan "kepada" antara kata "diberikan" dan "Indonesia". Sepatah kata yang di dalam kalimat tidak dapat dihilangkan karena akan mengganggu makna. Menurut Badudu, yang dapat dihilangkan hanyalah kata depan oleh yang terletak di belakang kata kerja berawalan di sekaligus di depan keterangan pelaku.

Namun terlepas dari persoalan di atas, dalam teks sastra, terkadang unsur fiksionalitas membutuhkan kesesatan, atau lebih tepatnya penyimpangan (Segers, 2000:92). Pemakaian bahasa yang menyimpang (atau penyimpangan konstruksi bahasa) merupakan salah satu di antara faktor-faktor yang menghasilkan kerenggangan pada perangkat signifie (petanda), seperti ditunjukkan oleh Sklovskij di awal tahun 1916. Penekanan pada konotasi dalam teks sastra -- dalam kontradiksinya dengan teks-teks ilmiah dan "bahasa biasa" -- dapat pula dipandang sebagai satu bentuk deviasi. Menurut Segers, kesimpulan tampaknya menjamin bahwa norma-norma fiksionalitas dan penyimpangan bahasa sering merupakan dua sisi sebuah uang logam: penyimpangan bahasa sering berperan sebagai indikator fiksionalitas, dan fiksionalitas mungkin membutuhkan penyimpangan.

Penyimpangan bahasa dan pelanggaran norma-norma mungkin mengarahkan pada struktur yang rumit yang memungkinkan keanekaragaman interpretasi. Kendati norma-norma seperti penyimpangan pemakaian bahasa, pelanggaran norma, dan kompleksitas itu ada, tuntutan yang harus dipertahankan ialah bahwa teks sastra seharusnya memiliki koherensi atau kesatuan struktural. Nilai sebuah teks meningkat sesuai dengan kesatuan elemen-elemennya yang spesifik secara struktural (Misalnya, sejauh mungkin novel dikaitkan dengan wacana narator dan karakter, sudut pandang, fabula, materi tematik, dan latar).

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Semiotika Komunikasi
Judul artikel: Kesesatan Bahasa
Penulis: Drs. Alex Sobur, M.Si
Penerbit: PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2003
Halaman: 311 -- 314


Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Santi Titik Lestari, Sri Setyawati
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
Berhenti berlangganan: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >

Miliki Blog atau Website Sendiri
Dapatkan Panduannya
Hubungi : 0813 5643 8312 - 0857 5737 8151 - 0431 8013154
Format SMS : Panduan Isi Pesan
Klik Demo / Contoh & Tutor Tingkat Menengah
atau pilih template :
Klik, Pilih & Pesan Sekarang / Contoh & Tutor Tingkat Menengah
G R A T I S
The Christian Blog @ 2011 - 2012
Designer : Joni Wawoh, SH
hostgator promo