--------------------------------------------------------------------- e-BinaGuru -- MILIS DISKUSI PARA PELAYAN ANAK DAN GURU SEKOLAH MINGGU ---------------------------------------------------------------------
Shallom,
Setelah membaca artikel ini, hati saya sangat tersentuh & menangis. Saya yang masih single saja sudah merasa putus asa dengan segala problema yg saya hadapi. Saya berasal dari keluarga broken home yg setiap saat tidak pernah tenang. Ada saja yg memicu pertengkaran dirumah saya. Saya belum bisa membahagiakan mama yg berjuang sendiri sejak bercerai dengan mama sejak saya msh balita. Belum lagi menghadapi masa lalu yg dijauhi teman-teman dilingkungan maupun di gereja. Setelah membaca artikel ini, saya menjadi terpacu untuk berjuang sperti mama Sdr Julianto. Mohon dukungan doa sdr/i agar keluarga saya bisa kembali harmonis walau tanpa papa & saya dimampukan menghadapi smua problema yg ada. Thanks.
Dari: Pedulikonseling <mozesimanjuntak@gmail.com>
Kepada: Diskusi e-BinaGuru <i-kan-binaguru@hub.xc.org>
Dikirim: Selasa, 10 April 2012 18:00
Judul: [i-kan-binaguru] Uang saku sekolah saya Rp.1000/hari
--------------------------------------------------------------------- e-BinaGuru -- MILIS DISKUSI PARA PELAYAN ANAK DAN GURU SEKOLAH MINGGU ---------------------------------------------------------------------
Mama Jualan Apa Saja, Asal Kami Sekolah
By Julianto Simanjuntak**
Sumber dan Foto:
Mama perempuan biasa, lahir di desa. Mama menikah di usia muda 18 tahun, beda setahun dengan Papa. Sejak mudanya Mama terbiasa hidup susah.
Sebagai anak kedua dari sepuluh bersaudara, mama punya beban dan tanggung jawab untuk delapan adiknya. Untung mama ulet. Dari dagang kelontong ekonomi keluarga kami terbilang lebih sehat dibandingkan saudara-saudara mama. Empat dari adik mama tumbuh dan menikah di rumah kami.
Ekonomi keluarga dan bisnis Mama makin bagus setelah papa diangkat menjadi kepala keuangan. Namun itu tidak menjadikan dia lengah atau santai. Malah Mama makin giat mengembangkan usahanya.
Selain menyekolahkan tujuh anaknya, Mama rutin membantu sekolah adik-adik dan keponakan Mama. Apalagi sejak ada tanda-tanda Papa makin sering mabuk dan main judi, diam-diam mama rajin menabung. Dibelinya tanah dan emas demi masa depan anak-anaknya. Mama kuatir ada apa-apa dengan Papa.
Firasat Mama benar. Tahun 1975 Papa kena kasus. Papa menyelewengkan uang kantor di meja judi. Agar lepas dari tuntutan hukum, mama rela menjual tanah dan emasnya untuk menebus Papa. Sementara itu kondisi kesehatan papa memburuk karena kebiasaannya minum alkohol.
Tahun 1976 kami pindah ke Medan. Kondisi ekonomi terpuruk habis. Gaji Papa sebagai pamen polisi habis hanya untuk membeli obat. Karena tidak punya modal, Mama jualan nasi soto di pasar pagi agar ketujuh anaknya bisa tetap kuliah dan sekolah. Setiap jam empat pagi Mama sudah masak. Jam dua belas malam Mama baru bisa tidur karena mencuci baju.
Abang nomor dua dan tiga terpaksa berhenti sekolah karena Mama tidak punya cukup uang. Sedangkan abang saya yang lain, saya, dan adik, tetap sekolah. Abang tertua kuliah dengan biaya sendiri. Saya teringat, Mama hanya bisa mengirim uang Rp.30.000 tiap bulan untuk uang saku dan buku kuliahku. Itupun hanya dua tahun, lalu dialihkan untuk si bungsu.
Tahun 1986 kesehatan Papa memburuk, dia divonis kanker paru-paru yang ganas. Berbulan lamanya papa di rumah sakit. Mama tidak bisa lagi jualan soto. Mama tidak sempat masak, apalagi jaga warung. Papa harus ditemani di rumah sakit.
Mama tidak habis akal. Dia beralih jualan sepatu dan baju. Bahkan buku-buku rohani dia tawarkan ke teman-teman gereja dan kenalannya, dari rumah ke rumah. Dengan batin yang lelah dan derai air mata mama terus berkarya demi (kesembuhan) suami dan sekolah anak-anaknya. Dia beriman, dia berjuang. Pantang menyerah! Itulah filosofi hidup Mama. Ada satu lagu kesukaan mama yang dinyanyikan setiap pagi dan malam:
"Saya mau iring Tuhan,
Saya mau ikut Tuhan
sampai selama-lamanya
meskipun saya susah
Menderita dalam dunia
Saya mau ikut Tuhan
Sampai slama-lamanya"
Usai menyanyi, wajahnya kembali ceria, meski tak jarang sambil berderai air mata. Dua puluh bulan mama mendampingi Papa di rumah sakit, hingga Papa koma beberapa minggu. Mama akhirnya meninggal 17 Januari 1988, sehari setelah saya wisuda. Perjuangan mama tidak sia-sia. Rupanya mama "menunggu" saya selesai kuliah. Seminggu kemudian Papa menyusul.
Ada yang lebih penting dari sekedar saya lulus sarjana. Kehidupan dan perjuangan karir mama berjualan apa saja, menjadi pelajaran berharga yang sungguh bernilai. Demi harga diri Papa, demi sekolah kami, mama rela jualan apa saja.
Mama telah mewariskan daya juang dan karakter karir luar biasa bagi anak-anaknya. Saya lebih memahami arti cinta, semangat dan perjuangan iman. Itu pula menjadi bekal saya menjadi ayah dan suami.
Iman Bunda menolong saya bekerja di ladang penggembalaan umat. Kesedihanmu, memotivasi saya bekerja di dunia konseling. Perjuangan Mama menginspirasi saya menjadi penulis. Setidaknya, dua buku sudah menopang sekolah si Josephus dan Moze, cucu-cucu Mama: Mencinta Hingga Terluka dan Seni Merayakan Hidup yang Sulit.
Terima kasih, Mama. Engkau adalah pahlawan cinta keluarga yang tak kenal kata menyerah. Kami akan teruskan semangat dan perjuangan cinta Mama. Mewariskannya pada cucu-cucumu.
Julianto Simanjuntak
Sumber link dan Foto
Isu Konseling dan Pendidikan Aktual
SPKN16- Hotel Ciputra 18-19 Mei 2012
--------------------------------------------------------------------- Bergabung kirim e-mail ke: Berhenti kirim e-mail ke: Untuk arsip: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-BinaGuru ---------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------- Bergabung kirim e-mail ke:Berhenti kirim e-mail ke: Untuk arsip: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-BinaGuru ---------------------------------------------------------------------