e-Penulis -- Mengenal Jenis Tulisan (I)
Edisi 103/Februari/2012
Edisi 103/Februari/2012
DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MENGENAL DAN MENGEMBANGKAN TULISAN
ARTIKEL: MENENTUKAN BENTUK TULISAN
POJOK BAHASA: DEFINISI, JENIS, DAN MACAM FRASA
DARI REDAKSI: MENGENAL DAN MENGEMBANGKAN TULISAN
ARTIKEL: MENENTUKAN BENTUK TULISAN
POJOK BAHASA: DEFINISI, JENIS, DAN MACAM FRASA
DARI REDAKSI: MENGENAL DAN MENGEMBANGKAN TULISAN
Menentukan jenis tulisan dan meraciknya dengan kata-kata yang pas dan tidak membosankan adalah kewajiban seorang penulis. Sebab ide yang baik jika tidak dikembangkan ke arah yang tepat akan menjadi sukar dicerna dan membuat pembaca merasa enggan membacanya hingga tuntas.
Pada edisi e-Penulis kali ini, kami menyajikan artikel yang menjelaskan jenis-jenis karya tulis, ciri khas masing-masing, serta bagaimana sebaiknya mengembangkan tiap-tiap jenis tulisan tersebut. Di kolom Pojok Bahasa, kami menghadirkan pemaparan mengenai frasa, baik definisinya maupun jenis-jenisnya. Kiranya sajian kami di edisi ini memberi manfaat. Selamat membaca!
Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Yosua Setyo Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >
Yosua Setyo Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >
ARTIKEL: MENENTUKAN BENTUK TULISAN
A. Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada kronologi suatu peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif.
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada kronologi suatu peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif.
Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah: kejadian, tokoh, konflik, alur/plot, dan latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya uraian secara kronologis. Penggunaan kata hubung yang menyatakan waktu atau urutan, seperti: lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau setahun kemudian kerap dipergunakan.
Tahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan tema cerita.
2. Menentukan tujuan.
3. Mendaftarkan topik atau gagasan pokok.
4. Menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis atau urutan waktu.
5. Mengembangkan kerangka menjadi karangan. Kerangka karangan naratif, dapat dikembangkan dengan pola urutan yang berdasar pada tahapan-tahapan peristiwa. Pola urutan waktu ini sering digunakan pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, cerita sejarah, dan sebagainya.
1. Menentukan tema cerita.
2. Menentukan tujuan.
3. Mendaftarkan topik atau gagasan pokok.
4. Menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis atau urutan waktu.
5. Mengembangkan kerangka menjadi karangan. Kerangka karangan naratif, dapat dikembangkan dengan pola urutan yang berdasar pada tahapan-tahapan peristiwa. Pola urutan waktu ini sering digunakan pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, cerita sejarah, dan sebagainya.
B. Deskripsi
Kata "deskripsi" berasal dari bahasa latin "discribe" yang berarti gambaran, perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Tujuannya agar pembaca memperoleh kesan atau citraan yang sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis, sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri objek tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.
Kata "deskripsi" berasal dari bahasa latin "discribe" yang berarti gambaran, perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Tujuannya agar pembaca memperoleh kesan atau citraan yang sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis, sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri objek tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.
Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu:
1. Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggambarkan objek benda sesuai kesan/imajinasi si penulis.
2. Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkan objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat. Kita dapat membuat karangan deskripsi secara tidak langsung, yaitu dengan mengamati informasi dalam bentuk nonverbal berupa gambar, grafik, diagram, dan lain-lain. Apa saja yang tergambarkan dalam bentuk visual tersebut dapat menjadi bahan atau fakta yang akurat untuk dipaparkan dalam karangan deskripsi, karena unsur dasar karangan ini adalah pengamatan terhadap suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.
1. Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggambarkan objek benda sesuai kesan/imajinasi si penulis.
2. Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkan objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat. Kita dapat membuat karangan deskripsi secara tidak langsung, yaitu dengan mengamati informasi dalam bentuk nonverbal berupa gambar, grafik, diagram, dan lain-lain. Apa saja yang tergambarkan dalam bentuk visual tersebut dapat menjadi bahan atau fakta yang akurat untuk dipaparkan dalam karangan deskripsi, karena unsur dasar karangan ini adalah pengamatan terhadap suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.
Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
1. menentukan objek pengamatan,
2. menentukan tujuan,
3. mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.
1. menentukan objek pengamatan,
2. menentukan tujuan,
3. mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Pengembangan kerangka karangan deskriptif dapat berupa penyajian parsial atau tempat. Penyajian urutan ini digunakan bagi karangan yang memunyai pertalian sangat erat dengan ruang atau tempat. Biasanya bentuk karangannya deskriptif. Pola uraiannya berangkat dari satu titik lalu bergerak ke tempat lain, umpamanya dari kiri ke kanan, atas ke bawah, atau depan ke belakang.
C. Eksposisi
Kata eksposisi berasal dari bahasa Latin "exponere" yang berarti: memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci, dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.
Kata eksposisi berasal dari bahasa Latin "exponere" yang berarti: memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci, dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.
Untuk mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarang eksposisi menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram atau bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat berbentuk uraian proses, tahapan, cara kerja dengan pola pengembangan ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.
Karangan eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatu peristiwa, misalnya bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan berita. Meski bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapat membuatnya menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada tahapan atau cara kerja, misalnya cara mengatasi penyebaran virus flu burung, mengantisipasi wabah DBD dengan 3M, atau evakuasi korban banjir.
Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu:
1. menentukan objek pengamatan,
2. menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
3. mengumpulkan data atau bahan,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.
1. menentukan objek pengamatan,
2. menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
3. mengumpulkan data atau bahan,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian berikut:
1. Urutan topik yang ada: pola urutan ini berkaitan dengan penyebutan bagian-bagian suatu benda, hal, atau peristiwa tanpa memprioritaskan bagian mana yang terpenting. Semua bagian dianggap bernilai sama.
2. Urutan klimaks dan antiklimaks: pola penyajian dimulai dari hal yang mudah/sederhana, menuju ke hal yang makin penting atau puncak peristiwa dan sebaliknya untuk antiklimaks.
1. Urutan topik yang ada: pola urutan ini berkaitan dengan penyebutan bagian-bagian suatu benda, hal, atau peristiwa tanpa memprioritaskan bagian mana yang terpenting. Semua bagian dianggap bernilai sama.
2. Urutan klimaks dan antiklimaks: pola penyajian dimulai dari hal yang mudah/sederhana, menuju ke hal yang makin penting atau puncak peristiwa dan sebaliknya untuk antiklimaks.
Karangan eksposisi sering dibuat berdasarkan gambar, bagan, matriks, dan sejenisnya. Penyajian bentuk-bentuk nonverbal tersebut bisa dimaksudkan sebagai objek untuk dijelaskan, tetapi juga bisa sebagai alat bantu untuk mengkonkretkan penjelasan.
D. Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat, dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional dan logis.
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat, dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional dan logis.
Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut:
1. menentukan tema atau topik permasalahan,
2. merumuskan tujuan penulisan,
3. mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.
1. menentukan tema atau topik permasalahan,
2. merumuskan tujuan penulisan,
3. mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pemecahan masalah.
1. Sebab-akibat: Pola urutan ini bermula dari topik/gagasan yang menjadi sebab berlanjut topik/gagasan yang menjadi akibat.
2. Akibat-sebab: Pola urutan ini dimulai dari pernyataan yang merupakan akibat dan dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.
3. Urutan Pemecahan Masalah: Pola urutan ini bermula dari aspek-aspek yang menggambarkan masalah kemudian mengarah pada pemecahan masalah.
1. Sebab-akibat: Pola urutan ini bermula dari topik/gagasan yang menjadi sebab berlanjut topik/gagasan yang menjadi akibat.
2. Akibat-sebab: Pola urutan ini dimulai dari pernyataan yang merupakan akibat dan dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.
3. Urutan Pemecahan Masalah: Pola urutan ini bermula dari aspek-aspek yang menggambarkan masalah kemudian mengarah pada pemecahan masalah.
Ada bermacam-macam cara untuk membuat atau memperkuat argumentasi, antara lain sebagai berikut:
1. Kausal: pembenaran pendapat dengan mengemukakan alasan yang berupa sebab-akibat atau akibat-sebab.
2. Keadaan yang memaksa: pembenaran pendapat dengan mengembangkan berbagai jalan buntu, sehingga tidak ada jalan alternatif lain.
3. Analogi: pembenaran pendapat berdasarkan asumsi bahwa jika dua hal memiliki banyak persamaan, maka dalam hal lain tentu ada yang sama pula.
4. Perbandingan: pembenaran pendapat dengan cara membandingkan dua hal, situasi, dan kondisi.
5. Pertentangan: pembenaran pendapat dengan mempertentangkan dua situasi/kondisi.
6. Kesaksian: pembenaran pendapat dengan menggunakan/mendasarkan pada keterangan saksi.
7. Autoritas: pembenaran pendapat dengan mendasarkan pendapat ahli.
8. Generalisasi: pembenaran pendapat/simpulan berdasarkan data/fakta/contoh atau kejadian-kejadian yang bersifat khusus.
1. Kausal: pembenaran pendapat dengan mengemukakan alasan yang berupa sebab-akibat atau akibat-sebab.
2. Keadaan yang memaksa: pembenaran pendapat dengan mengembangkan berbagai jalan buntu, sehingga tidak ada jalan alternatif lain.
3. Analogi: pembenaran pendapat berdasarkan asumsi bahwa jika dua hal memiliki banyak persamaan, maka dalam hal lain tentu ada yang sama pula.
4. Perbandingan: pembenaran pendapat dengan cara membandingkan dua hal, situasi, dan kondisi.
5. Pertentangan: pembenaran pendapat dengan mempertentangkan dua situasi/kondisi.
6. Kesaksian: pembenaran pendapat dengan menggunakan/mendasarkan pada keterangan saksi.
7. Autoritas: pembenaran pendapat dengan mendasarkan pendapat ahli.
8. Generalisasi: pembenaran pendapat/simpulan berdasarkan data/fakta/contoh atau kejadian-kejadian yang bersifat khusus.
Diambil dari:
Nama situs: Adegustiann.blogsome
Alamat URL: http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/menentukan-bentuk-tulisan/
Penulis: Ade
Tanggal akses: 28 November 2011
Nama situs: Adegustiann.blogsome
Alamat URL: http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/menentukan-bentuk-tulisan/
Penulis: Ade
Tanggal akses: 28 November 2011
POJOK BAHASA: DEFINISI, JENIS, DAN MACAM FRASA
Kalimat terdiri atas beberapa satuan. Satuan-satuan tersebut terdiri atas satu kata atau lebih. Satuan pembentuk kalimat tersebut menempati fungsi tertentu. Fungsi yang dimaksud, yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel.), dan Keterangan (Ket.). Fungsi-fungsi tersebut boleh ada atau tidak dalam suatu kalimat. Fungsi yang wajib ada, yaitu subjek dan predikat. Fungsi dalam kalimat dapat terdiri atas kata, frasa, maupun klausa.
Definisi Frasa
Jadi apa arti frasa? Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat.
Contoh frasa: Dua orang mahasiswa baru itu sedang membaca buku di perpustakaan.
Jadi apa arti frasa? Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat.
Contoh frasa: Dua orang mahasiswa baru itu sedang membaca buku di perpustakaan.
Perhatikan penjabaran fungsi kalimat di atas:
Dua orang mahasiswa (S)
sedang membaca (P)
di perpustakaan (Ket. tempat)
Dua orang mahasiswa (S)
sedang membaca (P)
di perpustakaan (Ket. tempat)
Kalimat di atas terdiri atas tiga frasa, yaitu "dua orang mahasiswa," "sedang membaca," dan "di perpustakaan".
Jadi, frasa memiliki sifat sebagai berikut:
1. Frasa terdiri atas dua kata atau lebih.
2. Frasa selalu menduduki satu fungsi kalimat.
1. Frasa terdiri atas dua kata atau lebih.
2. Frasa selalu menduduki satu fungsi kalimat.
A. Kategori Frasa
1. Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau setara.
Contoh: Saya dan adik makan-makan dan minum-minum di taman depan.
1. Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau setara.
Contoh: Saya dan adik makan-makan dan minum-minum di taman depan.
Frasa "saya dan adik" adalah frasa setara, sebab antara unsur "saya" dan unsur "adik" memunyai kedudukan yang setara atau tidak saling menjelaskan. Demikian juga frasa "makan-makan" dan "minum-minum" termasuk frasa setara. Frasa setara ditandai oleh adanya kata "dan" atau "atau" di antara kedua unsurnya. Selain frasa setara, ada pula frasa bertingkat. Frasa bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan atribut.
Contoh: Ayah akan pergi nanti malam.
Contoh: Ayah akan pergi nanti malam.
Frasa "nanti malam" terdiri atas unsur atribut dan inti.
2. Frasa Idiomatik
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:
(1) Dalam peristiwa kebakaran kemarin, seorang penjaga toko menjadi kambing hitam.
(2) Untuk menyelamati saudaranya, keluarga Pinto menyembelih seekor kambing hitam.
(2) Untuk menyelamati saudaranya, keluarga Pinto menyembelih seekor kambing hitam.
Kalimat (1) dan (2) menggunakan frasa yang sama, yaitu frasa "kambing hitam". Kambing hitam pada kalimat (1) bermakna orang yang dipersalahkan dalam suatu peristiwa, sedangkan dalam kalimat (2) bermakna seekor kambing yang warna bulunya hitam.
Makna "kambing hitam" pada kalimat (1) tidak ada kaitannya dengan makna kata "kambing" dan kata "hitam". Frasa yang maknanya tidak dapat dirunut atau dijelaskan berdasarkan makna kata-kata yang membentuknya dinamakan frasa idiomatik.
B. Konstruksi Frasa
Frasa memiliki dua konstruksi, yakni konstruksi endosentrik dan eksosentrik.
Perhatikan kalimat berikut: Kedua saudagar itu telah mengadakan jual beli.
Frasa memiliki dua konstruksi, yakni konstruksi endosentrik dan eksosentrik.
Perhatikan kalimat berikut: Kedua saudagar itu telah mengadakan jual beli.
Kalimat di atas terdiri atas frasa "kedua saudagar itu", "telah mengadakan", dan "jual beli". Menurut distribusinya, frasa "kedua saudagar itu" dan "telah mengadakan" merupakan frasa endosentrik. Sebaliknya, frasa "jual beli" merupakan frasa eksosentrik.
Frasa "kedua saudagar itu" dapat diwakili kata "saudagar". Kata "saudagar" adalah inti frasa bertingkat "kedua saudagar itu". Demikian juga frasa "telah mengadakan" dapat diwakili kata "mengadakan". Akan tetapi, frasa "jual beli" tidak dapat diwakili baik oleh kata "jual" maupun kata "beli". Hal ini disebabkan frasa "jual beli" tidak memiliki distribusi yang sama dengan kata "jual" dan kata "beli". Kedua kata tersebut merupakan inti, sehingga memunyai kedudukan yang sama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa frasa "kedua saudagar itu" berdistribusi sama dengan frasa "saudagar itu" dan kata "saudagar". Frasa "telah mengadakan" berdistribusi sama dengan "mengadakan". Frasa yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsurnya dinamakan frasa endosentrik. Frasa yang distribusinya tidak sama dengan salah satu atau semua unsurnya disebut frasa eksosentrik. Frasa "jual beli" termasuk frasa eksosentrik karena baik kata "jual" maupun kata "beli" tidak dapat menggantikan "jual beli".
Frasa endosentrik meliputi beberapa macam frasa:
1. Frasa endosentrik yang koordinatif: frasa ini dihubungkan dengan kata "dan" dan "atau".
Contoh: Pintu dan jendelanya sedang dicat.
1. Frasa endosentrik yang koordinatif: frasa ini dihubungkan dengan kata "dan" dan "atau".
Contoh: Pintu dan jendelanya sedang dicat.
2. Frasa Endosentrik yang Atributif: frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara.
Contoh: Pekarangan luas yang akan didirikan bangunan itu milik Haji Abdulah.
Contoh: Pekarangan luas yang akan didirikan bangunan itu milik Haji Abdulah.
3. Frasa endosentrik yang apositif: secara semantik, unsur yang satu pada frasa endosentrik apositif memunyai makna sama dengan unsur yang lain. Unsur yang dipentingkan merupakan unsur pusat, sedangkan unsur keterangan merupakan aposisi.
Contoh: Alfia, putri Pak Bambang, berhasil menjadi pelajar teladan.
Contoh: Alfia, putri Pak Bambang, berhasil menjadi pelajar teladan.
C. Kelas Frasa
Frasa dibagi menjadi enam kelas kata. Pembagian frasa meliputi frasa benda, kerja, sifat, keterangan, bilangan, dan depan.
Frasa dibagi menjadi enam kelas kata. Pembagian frasa meliputi frasa benda, kerja, sifat, keterangan, bilangan, dan depan.
1. Frasa Benda atau Frasa Nomina: frasa yang distribusinya sama dengan kata benda. Unsur pusat frasa benda, yaitu kata benda.
Contoh:
a. Dita menerima hadiah ulang tahun.
b. Dita menerima hadiah.
Contoh:
a. Dita menerima hadiah ulang tahun.
b. Dita menerima hadiah.
Frasa "hadiah ulang tahun" dalam kalimat distribusinya sama dengan kata benda "hadiah". Oleh karena itu, frasa "hadiah ulang tahun" termasuk frasa benda atau frasa nomina.
2. Frasa Kerja atau Frasa Verba: frasa yang distribusinya sama dengan kata kerja atau verba.
Contoh: Adik sejak tadi akan menulis dengan pensil baru.
Contoh: Adik sejak tadi akan menulis dengan pensil baru.
Frasa "akan menulis" adalah frasa kerja, karena distribusinya sama dengan kata kerja "menulis" dan unsur pusatnya kata kerja, yaitu "menulis".
3. Frasa Sifat atau Frasa Adjektiva: frasa yang distribusinya sama dengan kata sifat. Frasa sifat memunyai inti berupa kata sifat. Kesamaan distribusi itu dapat dilihat pada jajaran berikut.
Contoh:
a. Lukisan yang dipamerkan itu memang bagus-bagus.
b. Lukisan yang dipamerkan itu-bagus-bagus.
Contoh:
a. Lukisan yang dipamerkan itu memang bagus-bagus.
b. Lukisan yang dipamerkan itu-bagus-bagus.
4. Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia: frasa yang distribusinya sama dengan kata keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa kata keterangan dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai keterangan.
a. Frasa keterangan sebagai keterangan:
Frasa keterangan biasanya memunyai keleluasaan berpindah karena berfungsi sebagai keterangan. Oleh karena itu, frasa keterangan dapat terletak di depan atau di belakang subjek atau di awal dan di akhir kalimat.
Contoh:
1. Tidak biasanya dia pulang larut malam.
2. Dia tidak biasanya pulang larut malam.
3. Dia pulang larut malam tidak biasanya.
Frasa keterangan biasanya memunyai keleluasaan berpindah karena berfungsi sebagai keterangan. Oleh karena itu, frasa keterangan dapat terletak di depan atau di belakang subjek atau di awal dan di akhir kalimat.
Contoh:
1. Tidak biasanya dia pulang larut malam.
2. Dia tidak biasanya pulang larut malam.
3. Dia pulang larut malam tidak biasanya.
b. Frasa keterangan sebagai keterangan pada kata kerja.
Contoh: Saya tidak hanya bertanya, tetapi juga mengusulkan sesuatu.
Contoh: Saya tidak hanya bertanya, tetapi juga mengusulkan sesuatu.
5. Frasa Bilangan atau Frasa Numeralia: frasa yang distribusinya sama dengan kata bilangan. Pada umumnya frasa bilangan atau frasa numeralia dibentuk dengan menambahkan kata penggolong atau kata bantu bilangan.
Contoh: Dua orang serdadu menghampirinya ke tempat itu.
Contoh: Dua orang serdadu menghampirinya ke tempat itu.
6. Frasa Depan atau Frasa Preposisional: frasa yang terdiri atas kata depan dengan kata lain sebagai unsur penjelas.
Contoh: Laki-laki di depan itu mengajukan pertanyaan kepada pembicara.
Contoh: Laki-laki di depan itu mengajukan pertanyaan kepada pembicara.
D. Frasa Yang Bersifat Ambigu
Ambiguitas terkadang ditemui dalam susunan frasa. Ambiguitas berarti kegandaan makna.
Contoh: Kambing hitam dan mobil tetangga baru.
Ambiguitas terkadang ditemui dalam susunan frasa. Ambiguitas berarti kegandaan makna.
Contoh: Kambing hitam dan mobil tetangga baru.
Frasa kambing hitam dapat memunyai dua makna, yakni kambing yang berbulu (berwarna) hitam dan sebuah ungkapan yang berarti orang yang dipersalahkan. Frasa mobil tetangga baru juga dapat memiliki dua makna, yakni yang baru adalah mobil (milik tetangga) dan yang baru adalah tetangga (bukan mobilnya). Frasa ambigu akan menjadi jelas jika digunakan dalam kalimat.
Diambil dari:
Nama situs: Sentra-Edukasi
Alamat URL: http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html
Judul asli artikel: Definisi, Jenis & Macam Frasa
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 12 Januari 2012
Nama situs: Sentra-Edukasi
Alamat URL: http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html
Judul asli artikel: Definisi, Jenis & Macam Frasa
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 12 Januari 2012
Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Yosua Setyo Yudo, Santi Titik L.
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >