Renungan Harian & Leadership Kristen
| Renungan | Bina | Bio | Buku | Doa | E-JEMMi | Kisah | Konsel | Leadership | Wanita | Humor |

Thursday, November 28, 2013

[i-kan-untuk-reformed] Memahami Ulang Konteks Berteologi John Calvin dalam Doktrin Predestinasi (1) -- Edisi 144/September 2013

______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________
Anda terdaftar dengan alamat: iklanmdo.christ@blogger.com

e-Reformed -- Memahami Ulang Konteks Berteologi John Calvin dalam
Doktrin Predestinasi (1)
Edisi 144/September 2013

DAFTAR ISI:
ARTIKEL: MEMAHAMI ULANG KONTEKS BERTEOLOGI JOHN CALVIN DALAM DOKTRIN
PREDESTINASI (1)

Dear e-Reformed Netters,

Maafkan kami atas keterlambatan terbit yang sering terjadi
akhir-akhir ini. Kami harap Anda dapat terus menikmati
artikel-artikel yang kami kirimkan.

Artikel e-Reformed bulan September ini membahas seputar doktrin
Predestinasi yang pasti sering kita dengar. Namun, dalam edisi ini,
kita akan lebih berfokus pada konteks berteologi John Calvin ketika
menggumuli doktrin ini. Sebagaimana yang kita tahu, doktrin ini
menjadi perdebatan yang tidak pernah terselesaikan, terutama oleh
kaum Calvinis dan Armenian. Hal ini terjadi karena banyak orang yang
sesungguhnya tidak mengerti konteks ketika doktrin ini dicetuskan,
dan menjadi salah kaprah ketika mengartikannya lepas dari konteks.
Oleh karena itu, artikel ini berusaha meluruskan kembali konteks
pergumulan yang sebenarnya dialami oleh John Calvin ketika
mencetuskan doktrin ini. Karena artikel yang asli relatif panjang
untuk dimuat, redaksi berusaha memadatkan isi artikel ini sehingga
dapat dimuat dalam 2 (dua) edisi September dan Oktober. Kiranya
artikel ini dapat membukakan pengertian yang benar akan keagungan dan
kekayaan Diri Allah yang tak terselami oleh pikiran manusia. Soli Deo Gloria!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Teddy Wirawan
< teddy(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >


ARTIKEL: MEMAHAMI ULANG KONTEKS BERTEOLOGI JOHN CALVIN DALAM DOKTRIN
PREDESTINASI (1)

PENDAHULUAN

Artikel ini tidak bermaksud secara langsung dan detail menguraikan
doktrin predestinasi, atau bahkan menjawab serangkaian pertanyaan
rumit yang sering kali muncul seputar doktrin ini. Artikel ini lebih
merupakan suatu usaha untuk memahami kembali kerangka dasar atau
konteks doktrin predestinasi sebagaimana diajarkan oleh John Calvin.
Hal ini perlu kita lakukan karena di satu pihak, Calvin percaya bahwa
doktrin predestinasi memberikan manfaat yang tidak sedikit dalam
kehidupan orang percaya, tetapi di lain pihak, sejak awal ia sendiri
telah menyadari banyaknya orang yang akan menyimpangkan ajarannya
tentang predestinasi.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Henry
Cole, telah mengakibatkan orang yang mempelajari doktrin predestinasi
Calvin tidak dari sumber aslinya bukan saja menjadi salah mengerti,
melainkan juga kehilangan "religious spirit" sebenarnya yang
membangun.[1] Hal ini dapat terjadi karena doktrin predestinasi
Calvin sering kali hanya dibicarakan secara terpotong-potong, lepas
dari konteksnya.

Calvin memang bukan orang pertama dan satu-satunya yang mencetuskan
doktrin predestinasi. Dalam tulisan-tulisannya, ia banyak memakai
argumentasi Agustinus untuk menjelaskan beberapa masalah
predestinasi. Namun, bila kemudian doktrin ini sering kali
diidentikkan dengan Calvin, tidak lain karena dalam pemikirannya,
paham predestinasi memperoleh pengupasan secara lebih komprehensif
dan utuh.[2] Di samping itu, ia adalah tokoh yang paling gigih
mengajarkan dan membela kebenaran doktrin ini, lebih dari siapa pun,
bahkan teolog-teolog di masa kini.[3]

Barangkali, prinsip awal dan pertama yang kita bisa pelajari dari
Calvin adalah sikapnya yang percaya sepenuhnya dan apa adanya
terhadap wahyu Allah di dalam Alkitab. Sikap ini memberikan dua
dampak. Pertama, ia berani masuk ke kedalaman firman Tuhan dan
mengajarkannya, bahkan hal-hal yang tampaknya kontroversial, dengan
suatu keyakinan bahwa baginya, tidak ada hal yang Allah wahyukan yang
sifatnya sia-sia, termasuk kebenaran predestinasi. Ia meyakini
sepenuhnya bahwa Allah dan firman-Nya adalah sumber kebenaran doktrin
ini. Kedua, ia bukan saja dengan penuh rasa hormat kepada Allah
berani mengajarkan doktrin predestinasi secara jujur, melainkan juga
secara berhati-hati berusaha untuk tidak melampaui apa yang Alkitab
katakan sehingga tidak jatuh ke dalam spekulasi metafisika.

Walaupun menelusuri sejarah pemikiran Calvin untuk mendapatkan
keutuhan kerangka berpikirnya adalah hal yang hampir mustahil, tetapi
saya berangkat dari keyakinan sebagaimana dikatakan oleh Richard
Muller bahwa selama tulisan-tulisan Calvin masih dapat kita pelajari,
berarti masih ada harapan.[4] Itu sebabnya, melalui tulisan ini, saya
berharap cukup untuk memberikan kerangka dasar pemikiran Calvin
tentang predestinasi, melalui penelusuran secara historis dan
teologis terhadap tulisan-tulisan Calvin, khususnya "Institutes".[5]

Artikel ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama membahas konteks
pemahaman doktrin predestinasi Calvin dengan mengamati perkembangan
tulisan-tulisannya guna melihat kerangka atau pola dasar pemikirannya
tentang predestinasi. Bagian kedua merupakan aplikasi pemahaman
bagian pertama dalam membaca tulisan Calvin tentang predestinasi,
dalam relevansinya dengan konteks yang ia maksud.

SURVEI HISTORIS DAN TEOLOGIS POLA DASAR PEMIKIRAN PREDESTINASI CALVIN

Doktrin predestinasi Calvin tidak ditulis dalam suasana yang "aman
dan tentram". Doktrin ini mengalami proses perkembangan hingga
menjadi benar-benar matang di dalam karya-karyanya, khususnya
"Institutes" edisi 1559, setelah melalui berbagai perlawanan frontal
dari lawan-lawannya. Perlawanan dari teolog Roma Katolik, Albertus
Pighius, pada tahun 1543, mendorongnya untuk menulis "The Bondage and
Liberation of the Will: A Defense of the Orthodox Doctrine of Human
Choice against Pighius",[6] guna menolak konsep Pighius yang terlalu
menekankan kebebasan manusia. Dua tahun kemudian, yaitu tahun 1545,
ia menulis "Treatises Against the Anabaptists and Against the
Libertines",[7] sebagai jawaban terhadap kelompok Libertines yang
menolak dosa asal. Tahun 1552, ia menulis "Concerning the Eternal
Predestination of God",[8] yang isinya bukan saja menjawab Georgius
the Sicily, melainkan juga diarahkan kepada Pighius dalam kaitannya
dengan problem prapengetahuan Allah dan, lagi-lagi, kebebasan manusia.

Di samping karya di atas, masih banyak karya lainnya yang hampir
semuanya ditulis dalam suasana "pembelaan iman". Ia juga banyak
dibantu oleh murid dan asistennya yang setia, Theodore Beza, dalam
menegakkan kebenaran predestinasi, khususnya ketika ia terlibat dalam
perdebatan panjang (tahun 1551 -- 1555) dengan Jerome Bolsec,
menyangkut kekekalan, prapengetahuan Allah, dan iman.[9]
Dalam seluruh rangkaian perdebatan ini, Calvin tetap berpegang teguh
pada tradisi monergisme Agustinian, sementara kebanyakan lawannya
mengekspresikan pola teologi sinergisme yang merupakan sasaran utama
penolakan para tokoh Reformasi. Tradisi monergisme Agustinian
menekankan keselamatan yang sepenuhnya berdasarkan anugerah Allah,
sedangkan tradisi sinergisme mendasarkan keselamatan kepada
pra-pengetahuan Allah (divine foreknowledge) dan usaha iman dari manusia.

Pergumulan Calvin di atas, dan tulisan-tulisan lainnya, sudah tentu
banyak memengaruhi tulisannya tentang predestinasi, terutama
tafsirannya terhadap kitab Roma yang disebut-sebut paling banyak
memengaruhi Calvin dalam menulis "Institutes" edisi terakhir
(1559).[10] Mulai edisi pertama, 1536, hingga yang terakhir, 1559,
"Institutes" mengalami perkembangan yang tidak sedikit, tetapi bukan
dalam arti adanya pergeseran posisi atau pengubahan isi yang mendasar
dari waktu ke waktu, melainkan usahanya untuk terus menambahkan
pokok-pokok ajaran yang ia anggap penting. Sebuah fakta yang
mengherankan ialah, ketika memberikan tambahan-tambahan, secara
prinsip ia senantiasa konsisten dengan apa yang telah diajarkan sebelumnya.

Ketika Calvin menulis "Institutes" pada tahun 1536, doktrin
predestinasi belum memperoleh pembahasan secara khusus. Di dalam enam
bab tulisannya ini, paham predestinasi ia sisipkan dalam pembahasan
tentang "turun ke dalam kerajaan maut" dari pengakuan iman rasuli dan
penjelasan tentang hakikat gereja. Dalam penjelasan kalimat yang
berdasarkan 1 Petrus 3:19 tersebut -- yang ia mengerti bukan secara
harfiah, melainkan sebagai manifestasi kuasa penebusan Kristus kepada
mereka yang telah mati pada zaman sebelum Kristus -- ia menyisipkan
prinsip perbedaan dampak penebusan Kristus kepada orang-orang percaya
dan orang-orang fasik. Sedangkan dalam pembahasan tentang gereja,
pengertian predestinasi mendominasi penjelasannya tentang hakikat
gereja. Berdasarkan Efesus 1:4, misalnya, ia mendefinisikan gereja
sejati sebagai "orang-orang yang telah dipilih di dalam Dia sebelum
dunia dijadikan, dengan tujuan agar semua dapat berkumpul di dalam
Kerajaan Allah".[11] Gereja adalah universal karena orang-orang
percaya di dalamnya dipilih dan dipersatukan di dalam Kristus (Efesus
1:22-23).[12] Hakikat gereja adalah kudus karena "orang-orang yang
telah dipilih oleh providensi Allah untuk ditetapkan sebagai
anggota-anggota gereja -- mereka dikuduskan oleh Tuhan (Yohanes 17:17-19)".[13]

Dari semua contoh di atas, jelas bahwa Calvin senantiasa berusaha
untuk tidak melepaskan predestinasi dalam kaitannya dengan landasan
bagi identitas umat tebusan Kristus. Pada tahun 1539, ketika
"Institutes" bertambah menjadi tujuh belas bab, satu hal yang tetap
konsisten adalah bahwa konteks praktis, eklesiologis, dan
soteriologis, terus mewarnai pembicaraan tentang predestinasi. Namun,
di dalam edisi ini, ia juga membahas predestinasi secara lebih luas
sebagai penjelasan ontologis tentang kedaulatan Allah terhadap
ciptaan-Nya, dengan tambahan konsep tentang providensi Allah.

Barangkali, progresivitas yang paling radikal ada di dalam edisi
terakhir, tahun 1559, ketika "Institutes" jadi lima kali lebih
panjang dari edisi pertama, dan dibagi menjadi empat "buku",
masing-masing dengan topik utama: "The Knowledge of God the Creator",
"The Knowledge of God the Redeemer", "The Receiving of the Grace of
Christ", dan "The Holy Catholic Church". Di dalam edisi ini, ia bukan
saja membahas predestinasi secara khusus dan panjang (empat bab),
tetapi ia juga memisahkan pembicaraan predestinasi dari providensi.
Jika providensi ditempatkan di akhir pembahasan tentang doktrin Allah
(I.xvi-xviii), maka ia meletakkan predestinasi di dalam konteks
pembahasan soteriologi, di bawah topik besar "The Receiving of the
Grace of Christ", atau tepatnya, sesudah pembicaraan tentang iman,
pembenaran, dan doa (III.xxi-xxiv).

Dampak pemisahan ini, sekali lagi, bukan karena adanya perubahan
konsep teologis dalam diri Calvin mengenai providensi dan
predestinasi. Bukan pula pemisahan dalam arti pembedaan secara tajam
antara providensi dan predestinasi.[14] Pemisahan tersebut dilakukan
karena ia lebih memilih pendekatan "ordo cognoscendi" (urutan secara
logis atau mana yang harus diketahui terlebih dahulu) dalam memahami
predestinasi, ketimbang "ordo essendi" (urutan secara esensi atau
ontologis).[15] Pola semacam ini tampaknya cukup berhasil membuatnya
menjauhkan diri dari pembahasan spekulasi metafisika dan
determinisme, dan sebaliknya, mendekatkan diri kepada pemahaman
tentang predestinasi yang lebih menampung relevansi rohani secara
praktis, khususnya dengan jaminan keselamatan orang percaya.

Secara praktis, prinsip di atas dapat dibahasakan sebagai berikut.
Ketika kita mencoba memahami predestinasi dengan berangkat secara
deduktif dari pernyataan seperti: "Kehendak Allah adalah penyebab
segala sesuatu," akan menjadi lebih sulit dan tak terselami daripada
jika kita mencoba memahami predestinasi dengan berangkat dari
pertanyaan seperti: "Mengapa Tuhan mau mengampuni dosaku? Mengapa
Yesus Kristus mau mati untukku?" Melalui pola pendekatan ordo
cognoscendi, Calvin ingin paham predestinasi itu muncul melalui
pemahaman terhadap aspek-aspek penebusan di dalam diri orang percaya.
Begitu pemilihan itu telah muncul dalam pikiran dan dipercayai, atau
paling tidak, secara samar-samar diterima oleh orang percaya, esensi
pemilihan, sejauh yang Alkitab wahyukan, harus segera diajarkan.

Belajar dari Calvin, Beza menegaskan bahwa ketika kita mencoba
memahami predestinasi dengan memulainya dari "first" atau "final
causality" dalam rahasia kekekalan Allah, itu hanya menyebabkan kita
tidak bisa menarik makna barang sedikit pun karena pada akhirnya,
mata kita akan tertutup terhadap dinamika karya Allah dalam sejarah
keselamatan manusia.[16] Sedangkan, Wendel menafsirkan bahwa Calvin
memilih ordo cognoscendi dalam konteks soteriologis karena seseorang
yang mempelajari doktrin predestinasi dengan berangkat dari hakikat
ketetapan-ketetapan Allah atau providensi Allah, atau membawa
predestinasi ke dalam kategori pembicaraan providensi Allah, hal itu
memang bukan sesuatu yang sepenuhnya salah, tetapi tidak tepat dan
bahkan berbahaya.[17]

Catatan kaki:
1. Kata pengantar H. Cole dalam terjemahan buku "Calvin's Calvinism 6".
2. McNeill, John T (ed.). "Calvin: On the Christian Faith". (New
York: Bobbs-Merill, 1957) xxii.
3. Cole. "Calvin's Calvinism 6".
4. Muller, Richard A. "The Unaccommodated Calvin: Studies in the
Foundation of Theological Tradition". (New York: Oxford, 2000) 3.
5. Tentunya dengan tidak mengabaikan sumber-sumber tulisan Calvin lainnya.
6. (Ed. A. N. S. Lane, tr. G. I. Davies; Grand Rapids: Baker, 1996);
bah. Latin: Defensio sanae et orthodoxae doctrinae de servitute et
liberatione humani arbitrii adversus calumnies Alberti Pighii Coampensis.
7. (Tr. & ed. Benjamin W. Farley; Grand Rapids: Baker, 1982)&h.
Prancis: Contre la secte phantastique et furieuse des Libertins que
se nomment Spirituels.
8. (Tr. J. K. S. Reid; London: Clarke, 1961); bah. Latin: Da aetema
Dei praedestinatione; dan idem, Calvin's Calvinism.
9. Lihat Muller, Richard A. "The Use and Abuse of a Document: Beza's
Tabula Praedestinationis, The Bolsec Controversy, and the Origins of
the Reformed Orthodoxy". dalam "Prostestant Scholasticism: Essays in
Reassessment" (ed. Carl R. Trueman & R. Scott Clark; Cumbria:
Paternoster, 1999) 40-41.
10. Lihat Klooster. "Calvin's Doctrine of Predestination 21".
11. Ibid. III.xxii.1.
12. Ibid. IV i.2.
13. Ibid. IV i.17.
14. Providensi sering dimengerti sebagai ketetapan-ketetapan rahasia
dan kekal Allah secara umum terhadap dunia ciptaan-Nya, sedangkan
predestinasi berkaitan dengan pemilihan untuk hidup kekal atau
membiarkan (passing by) orang di dalam dosa-dosanya (reprobation).
15. Dowey, Edward A. Jr. "The Knowledge of God in Calvin's Theology".
(Grand Rapids: Eerdmans, 1995) 218.
16. Ibid.
17. Wendel. "Calvin: Origins and Development of His Religious Thought". 268.

Diambil dan disunting dari:
Judul jurnal: Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanan, Volume 02, Nomor
02 (Oktober 2001)
Judul artikel: Memahami Ulang Konteks Berteologi John Calvin dalam
Doktrin Predestinasi
Penulis: Kalvin S. Budiman
Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2001
Halaman: 159 -- 175


Kontak: reformed(at)sabda.org
Redaksi: Teddy Wirawan, Yulia Oeniyati, dan Ryan
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >


______________________________e-Reformed______________________________

Anda terdaftar dengan alamat: iklanmdo.christ@blogger.com
Kontak Redaksi: < reformed(a t)sabda.org >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed >
SOTeRI: < http://soteri.sabda.org/ >
Situs YLSA: < http://www.ylsa.org/ >
Situs SABDA Katalog: < http://katalog.sabda.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Miliki Blog atau Website Sendiri
Dapatkan Panduannya
Hubungi : 0813 5643 8312 - 0857 5737 8151 - 0431 8013154
Format SMS : Panduan Isi Pesan
Klik Demo / Contoh & Tutor Tingkat Menengah
atau pilih template :
Klik, Pilih & Pesan Sekarang / Contoh & Tutor Tingkat Menengah
G R A T I S
The Christian Blog @ 2011 - 2012
Designer : Joni Wawoh, SH
hostgator promo