Anda terdaftar dengan alamat: iklanmdo.kristen@blogger.com
e-Wanita -- Istri yang Melayani
Edisi 108/Mei 2013
Salam kasih,
Keberadaan istri bagi suami adalah untuk mendampingi dan menolong suami dalam segala keadaan dengan sikap hati dan tindakan seorang hamba. Hal ini tidak berarti bahwa kita adalah pelayan. Sebaliknya, kita adalah penolong yang sepadan. Kristus sendiri, yang notabene adalah Putra Raja, mau merendahkan diri untuk melayani, masakan kita tidak mau? Bukankah kita dipanggil untuk meneladani Dia dan hidup seturut ajaran-Nya? Melayani Tuhan dapat ditunjukkan dengan melayani sesama, termasuk suami kita. Bagaimana para wanita seharusnya bertindak dan melayani sebagai istri? Anda dapat menemukan penjelasannya dalam artikel dan kesaksian yang kami sajikan dalam edisi ini. Selamat menyimak dan selamat melayani.
Pemimpin Redaksi e-Wanita,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://wanita.sabda.org/ >
DUNIA WANITA: HATI YANG MELAYANI
Diringkas oleh: S. Setyawati
Konsep tentang kesediaan berkorban dan saling melayani dapat menolong kita memperbarui aspek kerohanian dalam kehidupan suami istri. Dietrich Bonhoeffer menulis, "Pernikahan kristiani ditandai dengan disiplin dan penyangkalan diri.... Oleh sebab itu, ajaran kristiani tidak merendahkan nilai pernikahan, tetapi justru memurnikannya."(1) Sayangnya, selama ini spritualitas kristiani dalam pernikahan tidak banyak dikembangkan. Selama berabad-abad, kerohanian kristiani dianggap hampir identik dengan "kerohanian selibat". Menurut Mary Anne McPherson Oliver, hal ini "tidak memadai dan bahkan berbahaya dalam beberapa kasus, terutama bagi suami istri." Menurut Oliver, kerohanian selibat adalah semua gaya hidup agamawi yang sama sekali tidak melibatkan hubungan seksual, yang terpenting hanyalah bertanggung jawab untuk diri sendiri dan berelasi dalam hubungan yang fleksibel serta tidak terikat."(2) Pernyataan ini terkesan memojokkan kaum selibat. Dan, gambaran mereka tentang hidup yang berfokus pada diri sendiri menyadarkan kita bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran Kristus untuk mengutamakan kepentingan orang lain. Pada satu sisi, kita pantas menghargai keputusan seseorang yang memberi diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan. Di sisi lain, kita juga perlu memuji mereka yang memutuskan untuk memberikan diri untuk melayani Tuhan bersama dengan mitra mereka seumur hidup, bersepakat membesarkan anak-anak yang mengasihi dan melayani Tuhan, serta sesama.
Namun, mengapa ada banyak pernikahan yang mengalami kegagalan. Itu karena banyak orang tidak memasuki mahligai pernikahan dengan perspektif "melayani pasangan" dan memandang hubungan dalam pernikahan sebagai hubungan yang mementingkan diri sendiri (egois). Katleen dan Thomas Hart, penulis buku "The First Two Years of Marriage", menyebut situasi ini sebagai "misteri paskah" pernikahan, sebuah proses "mati dan bangkit kembali" yang berlangsung terus-menerus dalam kehidupan pasangan suami istri. Setiap hari, kita harus mati terhadap keinginan kita yang egois dan bangkit sebagai seorang hamba yang siap melayani. Setiap hari, kita dipanggil untuk meneladani Kristus yang menderita di kayu salib, dan kemudian dimampukan untuk bertindak oleh Kristus yang telah bangkit. Kita mati terhadap berbagai harapan, tuntutan, dan ketakutan dalam pernikahan. Kita bangkit untuk berkompromi, melayani, dan memulai dengan berani. Dengan demikian, panggilan pernikahan kristiani yang sejati merupakan sebuah tawaran dan bukan sebuah permintaan. Saat kita mengundang seseorang memasuki hubungan pernikahan, pertanyaan yang sesungguhnya bukanlah, "Maukah kamu melakukannya untukku?" melainkan, "Maukah kamu menerima apa yang hendak kuberikan?" Jika pernikahan dipandang dari perspektif ini setiap hari, berbagai kekecewaan bisa dihindari karena masing-masing pasangan sibuk memikirkan sudah sebaik apa mereka menjalankan tugas melayani pasangan.
Yang Layak
Kita perlu mengingat bahwa inisiatif melayani merupakan sebuah disiplin rohani yang hanya dapat kita lakukan dengan pertolongan Tuhan, dan hanya dapat dihidupi dengan menerapkannya kepada orang lain. Tuhan mengajarkan agar kita melayani sesama tanpa memandang apakah ia layak atau tidak, seperti yang dicontohkan oleh Rasul Yohanes dalam 1 Yohanes 3:17. Yohanes tidak memberi kriteria bahwa yang perlu kita tolong hanyalah orang-orang yang tidak berdosa. Ia malah mengajarkan bahwa apa yang mereka derita menentukan apa yang menjadi kewajiban kita. Dan, kita melakukannya atas dasar kasih ilahi, bukan penilaian atau penghakiman manusia. Kita melayani sesama yang membutuhkan karena Tuhan terlebih dahulu mengasihi kita dan memanggil kita untuk mengasihi mereka sebagai wujud kasih kita kepada Tuhan. Kita tidak mengasihi sesama berdasarkan kelayakan, kita juga tidak berhak menentukan kelayakan sesama. Intinya, kita harus menggenapi hukum kasih: mengasihi Tuhan dan sesama.
Kita harus menaati dan melayani Tuhan. Jadi, ketika kita menaati Dia, orang yang kita layani tidak perlu memenuhi syarat apa pun untuk mendapatkan pelayanan kita. Namun, hal ini sulit diterapkan dalam pernikahan yang memiliki begitu banyak tuntutan dan harapan. Oleh karena itu, mari kita saling mengingatkan untuk senantiasa taat kepada Tuhan dan bahwa kita dipanggil untuk melayani pasangan kita. Jadi, tidak peduli bagaimana pasangan kita memperlakukan kita, tanggapilah dia dengan sikap seorang hamba.
Contoh melayani seperti seorang hamba ditunjukkan oleh Yesus ketika Ia membasuh kaki para murid-Nya (Yohanes 13:1-17). Walaupun Ia tahu bahwa murid-murid-Nya akan lari meninggalkan Dia dan bahkan ada yang akan mengkhianati-Nya, Ia tetap membasuh kaki mereka. Tuhan tidak meminta kita mengasihi orang yang layak dikasihi atau yang dapat membalas pelayanan kita. Jadi, jika Anda merasa berada dalam pernikahan yang berat sebelah karena Anda selalu memberi dan tidak pernah menerima, pakailah situasi tersebut untuk belajar lebih berorientasi pada Tuhan dan menolong Anda bertumbuh pesat secara rohani. Dalam pengajaran kristiani, melayani itu sangat penting. Dan, semua situasi yang membentuk hati seorang hamba dalam diri kita sangat berharga untuk dijalani, termasuk pernikahan yang berat sebelah.
Hati yang Melayani
Salah satu tantangan dalam karakter kristiani adalah menghidupi pengajaran Alkitab yang mementingkan sikap hati di balik sebuah tindakan. Yesus mengatakan bahwa perbuatan yang benar dapat dilakukan dengan alasan/motivasi yang salah, akibatnya kita kehilangan upah kita (Matius 6:1-4). Istri/suami mungkin saja melayani pasangannya karena ingin menunjukkan bahwa ia memegang kendali atas hubungan mereka. Seperti kutipan ini, "Orang-orang dengan kepribadian kuat cenderung menganggap hanya dirinya yang dapat memikul semua tanggung jawab dalam pernikahannya. Daripada meminta pasangannya untuk ikut ambil bagian dalam hal-hal tertentu, mereka lebih suka melakukan semuanya sendirian .... Sekalipun terlihat seperti cinta yang penuh pengorbanan, ini sebenarnya adalah hasrat untuk menjadi pihak yang lebih dominan."(3)
Konsep melayani sendiri meliputi memberi ruang bagi pasangan Anda untuk ikut ambil bagian/proaktif. Jadi, melayani berarti kita harus membasuh kaki orang lain dan mengizinkan orang lain membasuh kaki kita. Tindakan melayani pun harus didorong oleh hati yang penuh kemauan, kerelaan, dan tanpa keluhan. Inilah ciri yang harus dimiliki orang kristiani. Jika kita melayani pasangan dengan letupan kejengkelan dan menggerutu, artinya kita sedang menunjukkan jiwa martir palsu yang dimuati kesombongan, bukan sikap Kristus.
Prinsip melayani secara sukarela dalam pernikahan memberikan ruang bagi para pasangan suami istri untuk saling memahami bahwa pasangannya memiliki peran dan cara melayani yang berbeda darinya. Maka dari itu, kita harus menjaga perilaku dan hati untuk melayani pasangan kita dan memberi kesempatan kepada pasangan untuk melayani kita. Dengan demikian, kita bisa belajar menjadi pribadi yang semakin bergantung pada Tuhan dan bertambah kuat secara rohani. Pastikan bahwa kita menemukan sukacita sejati saat kita sungguh-sungguh melayani dengan hati yang benar.
Daftar Pustaka:
1. Dietrich, Bonhoeffer. 1963. "The Cost of Discipleship". New York: Macmillan. Hlm. 149.
2. Oliver. "Conjugal Spirituality". Hlm. 1.
3. Piper. "The Biblical View of Sex and Marriage". Hlm. 157.
Diringkas dari:
Judul asli buku: Sacred Married
Judul buku terjemahan: Sacred Married -- Bagaimana Seandainya Tuhan Merancang Pernikahan Lebih untuk Menguduskan Kita daripada untuk Menyenangkan Kita?
Judul bab: Jadikan Aku Seorang Hamba
Judul asli artikel: Ciri Pembeda Pernikahan Kristiani
Penulis: Gary Thomas
Penerjemah: Natasha Leung
Penerbit: Yayasan Gloria, Yogyakarta 2013
Halaman: 241 -- 248
WAWASAN WANITA: MENJADI ISTRI YANG BAIK DI DALAM KRISTUS
"Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata." (Amsal 31:10)
Tidak hanya suami yang harus bersikap baik di dalam Kristus, istri juga memegang peranan penting dalam keharmonisan rumah tangga.
Firman Tuhan mengatakan bahwa istri yang cakap lebih berharga dibandingkan permata. Permata merupakan logam yang sangat berharga, jauh lebih berharga dibandingkan emas. Banyak sekali orang di dunia ini yang bangga jika mengenakan permata sebagai perhiasannya. Seorang istri yang cakap di dalam Tuhan jauh melebihi permata yang ada di dunia ini.
Tentunya, semua istri ingin menjadi istri yang seperti itu. Mari kita lihat beberapa hal dalam firman Tuhan yang dapat membantu kita, sebagai istri, menjadi lebih baik lagi di hadapan Tuhan.
1. Tunduk kepada Suami
"Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan," dan "Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu." (Efesus 5:22,24)
Alkitab tidak berkata, "Hai suami tunduklah kepada istrimu", tetapi justru sebaliknya. Merupakan suatu kewajiban bahwa istri harus tunduk kepada suami. "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." (Kolose 3:18)
Zaman boleh berubah dengan meningkatnya status wanita menjadi setara dengan laki-laki sehingga wanita boleh menduduki posisi-posisi strategis di bidang bisnis, pekerjaan, pemerintahan, dan lainnya. Akan tetapi, dalam posisinya di rumah tangga, harus tetap disadari bahwa suami memegang otoritas pemimpin dan kepala keluarga. Bagaimanapun posisi, status, dan keadaan suami, istri harus belajar tunduk kepada suaminya.
2. Hidup Murni di Hadapan Tuhan
"Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu." (1 Petrus 3:1-2)
Seorang istri harus belajar untuk menjaga sikap dan tindakan mereka kepada suaminya. Ada sebagian suami yang memang belum dimenangkan di dalam Kristus. Bahkan, mereka melakukan berbagai kejahatan di mata Tuhan. Seorang istri harus belajar bersabar dalam menghadapi hal ini. Dia harus tetap melakukan apa yang berkenan di hadapan Tuhan dan tetap mengasihi suaminya.
Sebagian besar suami yang bersikap tidak baik seperti ini tidak dapat diubahkan hanya dengan perkataan saja. Akan tetapi, jika suami melihat istrinya yang selalu bersikap sabar dan penuh kelembutan dalam menghadapi dirinya, suatu saat sang suami akan luluh hatinya. Suami dapat dimenangkan hatinya melalui sikap dan tindakan istri yang sabar dan taat kepada Tuhan.
3. Menjadi Penolong
"TUHAN Allah berfirman: 'Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.'" (Kejadian 2:18)
Tuhan menempatkan wanita untuk menjadi penolong bagi laki-laki, bukan sebaliknya. Adalah suatu kebahagiaan bersama bagi suami dan istri jika suami mendapatkan kesuksesan dan ketenaran dalam pekerjaannya. Istri sangat memegang peranan penting dalam perjalanan menuju kesuksesan tersebut.
Setiap doa, dorongan, penyertaan, kesetiaan, dan kesabaran yang senantiasa diberikan kepada suaminya akan menjadi suatu fondasi yang kuat bagi suami untuk dapat meraih kesuksesan.
"... dan isteri hendaklah menghormati suaminya." (Efesus 5:33b)
Untuk itu, apa pun kondisi suami saat ini, entah sedang dalam kondisi terpuruk ataupun terjatuh, biarlah istri tetap setia mendampingi suami. Istri tidak boleh mencemooh, menjelekkan, atau bahkan meninggalkan suami, apalagi jika suami sedang dalam keadaan yang buruk.
Istri harus ingat bahwa dalam keadaan susah maupun senang, ia harus senantiasa menjadi pendamping dan penolong bagi suaminya. Biarlah istri tetap dapat mendukung suaminya jika sedang menjalani masalah dan keadaan yang tidak menyenangkan.
Dengan tetap bergandengan tangan, akan ada kekuatan yang menyertai rumah tangga kita dalam menghadapi masalah sehingga pada akhirnya, suami istri dapat meraih kemenangan bersama di hadapan Tuhan. Haleluya!
"Isteri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang membuat malu adalah seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya." (Amsal 12:4)
"Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." (Amsal 31:30)
Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Pelita Hidup
Alamat URL: http://www.pelitahidup.com/2012/02/28/menjadi-isteri-yang-baik-di-dalam-kristus/#.UYylsEpBfig
Penulis: Riva Sinjal
Tanggal akses: 10 Mei 2013
STOP PRESS: Temukan Sumber Bahan Terbaik Seputar Pujian di Pujian.co
Tidak ada salahnya jika Anda menjelajah banyak situs untuk mendapatkan bahan-bahan seputar lagu-lagu rohani Kristen. Namun, berapa lamakah waktu yang Anda perlukan dan seberapa berkualitaskah bahan yang Anda temukan? Kini, Anda tidak perlu membuang waktu terlalu banyak untuk mencari bahan-bahan seputar pujian. Situs Pujian.co bisa menjadi solusi Anda untuk mendapatkan sumber-sumber bahan terbaik seputar lagu-lagu rohani dan bahan-bahan terkait lainnya. Melalui situs ini, Anda bisa menemukan sumber bahan tentang lagu-lagu pujian, artikel seputar musik dan pujian, album rohani, radio Kristen, wawasan seputar musik, dan komunitas Kristen.
Semua kategori ini mempunyai sumber bahan yang bisa menolong Anda untuk mendapatkan informasi yang Anda inginkan. Untuk itu, jangan lewatkan kesempatan berharga kali ini, segeralah kunjungi situs Pujian.co dan dapatkan berkanya!
==> http://pujian.co
Kontak: wanita(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, N. Risanti, dan Novita Y.
Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >