Anda terdaftar dengan alamat: iklanmdo.kristen@blogger.com
e-Konsel -- Mendengar dengan Kasih
Edisi 332/Februari 2013
Salam damai,
Dalam konseling Kristen, konselor tidak hanya dituntut untuk menjadi seorang pendengar karena kewajiban semata, tetapi justru harus berdasarkan kasih. Artinya, kita mendengar dengan sabar dan tidak cepat-cepat menyimpulkan apa yang disampaikan konseli dengan cara pikir kita. Mendengar keluhan seseorang dengan kasih merupakan hal yang sangat penting karena hal itu akan membuat kita mampu memiliki kepekaan di dalam roh. Dengan melandaskan pelayanan kita di atas kasih, niscaya kita bisa menolong konseli untuk berpusat pada Kristus yang adalah Kasih.
Dalam edisi kali ini, Anda dapat membaca artikel tentang bagaimana menjadi seorang konselor yang mampu mendengar dengan kasih secara aktif. Kiranya apa yang kami sajikan dapat menjadi berkat bagi pelayanan Anda. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.
Staf Redaksi e-Konsel,
Doni K.
< http://c3i.sabda.org/ >
CAKRAWALA: KETERAMPILAN MENDENGARKAN SECARA AKTIF
Diringkas oleh: S. Setyawati
Keterampilan mendengarkan secara aktif merupakan hal mendasar yang harus diterapkan dalam proses konseling. Untuk mempraktikkannya, perlu latihan dan waktu praktik yang rutin. Selain itu, konselor perlu banyak membaca uraian yang membahas tentang bagaimana mengembangkan teknik mendengarkan secara aktif dan efektif. Teruslah mengasah keterampilan tersebut dan keterampilan Anda yang lain untuk menolong konseli yang datang kepada Anda. Dengan demikian, keterampilan Anda akan semakin luas dan luwes untuk dipakai melayani Tuhan dan sesama. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi konselor yang efektif antara lain adalah:
1. Perhatian
Memberikan perhatian merupakan usaha yang serius dan menuntut kerja keras. Ini berarti bukan sekadar mendengarkan, namun juga mengomunikasikan keterlibatan yang aktif. Dalam konseling, konselor sangat perlu memberikan perhatian kepada konseli sehingga ia dapat memahami apa yang dialami konseli, dapat menunjukkan rasa hormat, dan dapat terus terpusat pada satu atau dua pokok perhatian tertentu. Ketiga hal ini sangat vital demi keberhasilan dalam memberikan pertolongan.
Bagaimana cara memerhatikan dengan efektif?
Pertama, teruslah menjaga kontak mata. Kontak mata menunjukkan bahwa Anda sedang mendengarkan apa yang sedang dikatakan konseli dan membuat Anda tampak dapat dipercaya. Hal ini harus diperhatikan secara konstan, tetapi bukan berarti terus-menerus menatap mata konseli. Tidak masalah bila Anda sesekali melihat ke arah yang lain, namun jika Anda terlalu banyak melakukannya, konseli biasanya akan menganggap Anda tidak memerhatikannya. Perhatikan kapan konseli membuang pandangannya dari Anda, maka Anda dapat mengetahui apa yang membuat dia merasa malu, terancam, atau mencuri perhatiannya.
Kedua, gunakan bahasa tubuh dengan fasih. Untuk menunjukkan kepedulian dan keterlibatan Anda, temuilah konseli secara tatap muka dan duduklah dengan santai tetapi sopan, dengan menghadapkan badan Anda ke arahnya. Pakailah gerakan-gerakan yang mengekspresikan semangat.
Ketiga, ikutilah apa yang dikatakan konseli. Dengan demikian, ia melihat bahwa Anda tertarik dan memberi perhatian terhadap perkataannya. Jangan pernah memotong pembicaraan konseli Anda, atau melompat-lompat dari satu pokok ke pokok lainnya, dan jangan membicarakan tentang pribadi dan pengalaman Anda sendiri.
2. Respons-Respons Selanjutnya
Maksudnya, setelah Anda mendengarkan konseli, berikanlah respons yang dapat mendorong konseli untuk terus menceritakan permasalahannya. Respons-respons tersebut antara lain menganggukkan kepala, mengatakan "O, ya?", "Hmm", "Benar begitu?", "Lalu?", atau "Oke, saya mengerti". Akan tetapi, Anda perlu bijaksana dalam menggunakannya, sesuaikan dengan situasi yang terjadi.
3. Menyatakan Kembali
Setelah konseli menceritakan kisahnya, ada baiknya Anda mengulangi apa yang dikatakannya. Dengan demikian, konseli bisa memperbaiki atau menjelaskan maksud penjelasan/ceritanya. Mengulang kembali pernyataan konseli juga bisa menjadi sarana yang baik untuk meminta informasi yang lebih banyak, sambil tetap tinggal pada pokok yang sama yang dikemukakan konseli.
4. Waktu Diam
Dalam suatu percakapan, pada umumnya jika salah satu pihak diam, pihak yang lain akan mulai berbicara. Akibatnya, suasana akan terasa tegang apabila kedua belah pihak sama-sama diam. Dalam situasi semacam ini, jangan melulu mencoba untuk memberikan pertanyaan, menawarkan jaminan, atau memberikan usulan solusi. Sebaliknya, cobalah untuk memandang saat-saat diam itu dari sudut pandang konseli. Kemungkinan, konseli sedang merenungkan kembali apa yang telah diceritakannya kepada konselor. Ketika Anda memberi jeda waktu untuk berdiam diri, ini pun merupakan komunikasi yang positif karena dengan begitu, berarti Anda menghormati konseli dan memberikan waktu kepadanya untuk memikirkan masalahnya. Namun demikian, jangan terlalu banyak berdiam diri karena konseli menanti reaksi Anda setelah Anda mendengarkannya. Dan sebaiknya, Anda menggunakan saat diam ini lebih banyak pada waktu awal-awal konseli mengungkapkan isi hatinya dan bukan pada percakapan selanjutnya. Hindarilah konfrontasi yang tidak berguna, dan apabila konseli tidak tahu harus mengatakan apa, berikanlah nasihat di luar waktu diam ini. Sebaliknya, kembalilah pada pokok yang menjadi perhatian konseli.
5. Fokus
Pendengar yang aktif dapat memengaruhi apa yang akan dibicarakan lawan bicaranya. Respons Anda terhadap suatu pernyataan akan membuat respons konseli terfokus pada Anda. Kita memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengarahkan pembicaraan, bahkan hanya dengan jawaban-jawaban yang singkat sekalipun. Konselor sebaiknya memberikan beberapa pandangan kepada konseli. Akan tetapi, konselor akan frustrasi saat ia mencoba menolong konseli untuk memfokuskan perhatiannya, tetapi konseli malah berusaha mengalihkan perhatiannya karena ia ingin menghindari daerah tertentu. Ingatlah bahwa suatu hubungan bergantung pada kedua belah pihak yang bersangkutan. Jadi, jangan mengambil tanggung jawab yang terlalu banyak atau sedikit dalam menolong seseorang untuk berubah.
6. Pertanyaan
Jika tidak dipakai secara berlebihan, pertanyaan bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk mendorong seseorang menceritakan masalahnya. Pertanyaan dapat mendorong konseli untuk memberikan informasi umum, memberikan contoh-contoh spesifik yang menggambarkan masalahnya, dll.. Akan tetapi, fungsi utama pertanyaan-pertanyaan itu adalah memfokuskan perhatian konseli pada hal yang Anda inginkan. Berikut adalah beberapa panduan untuk menyampaikan pertanyaan kepada konseli.
a. Jangan menggunakan "dua puluh pertanyaan". Artinya, jangan mengubah proses konseling menjadi acara tanya jawab -- Anda bertanya, konseli menjawab. Jangan memberikan pertanyaan yang bisa dijawab dengan "ya" atau "tidak". Pertanyaan-pertanyaan yang singkat memang dapat mengarahkan pembicaraan kepada apa yang Anda inginkan, dan menolong Anda untuk memperoleh informasi yang detail dan spesifik. Akan tetapi, pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban yang panjang, juga membantu Anda untuk memahami kasus yang Anda hadapi dengan lebih baik.
b. Mintalah jawaban satu per satu. Pertanyaan-pertanyaan bercabang dapat membingungkan konseli. Jadi, usahakan untuk memberikan pertanyaan yang jitu, yang tidak membuat konseli kebingungan untuk menjawab.
c. Hindari pertanyaan yang memberikan pilihan terbatas. Pertanyaan semacam ini menghasilkan jawaban yang terbatas juga. Bahkan, pertanyaan semacam ini biasanya juga membuat kita bersikap defensif.
d. Berhematlah dengan pertanyaan yang memakai kata "mengapa". Pertanyaan mengapa bisa membuat orang merasa tertekan dan akhirnya ia akan menjadi defensif.
e. Berpikirlah sebelum bertanya. Pertanyaan-pertanyaan bisa mengganggu proses percakapan normal. Oleh karena itu, sebelum Anda mengajukan pertanyaan, cobalah pertimbangkan apakah pertanyaan Anda menentukan pengertian Anda tentang konseli atau masalahnya. Usahakanlah untuk membuat percakapan konseling terasa nyaman, dan konseli mau memberikan informasi secara sukarela, bukan seperti seorang polisi yang sedang menginterogasi terdakwa.
f. Pencerminan isi. Seorang konselor harus menyaring informasi yang diperolehnya dari konseli dan menyampaikan kembali apa yang dipahaminya dengan bahasanya sendiri. Hal ini berbeda dari menyatakan kembali isi cerita. Jika pencerminan isi ini dilakukan dengan tepat dan peka, hal ini dapat memperlancar percakapan dan menunjukkan bahwa Anda sedang terlibat aktif dalam mendengarkan masalah konseli dan menolongnya untuk menjelaskan masalah-masalahnya. Jika Anda mencerminkan isi cerita konseli dengan tepat, Anda berdua menjadi lebih akrab, kemudian kehangatan dan saling memerhatikan ini menyiapkan jalan bagi saran-saran yang akan didengarnya dan dilakukannya di kemudian hari.
g. Pencerminan perasaan. Pencerminan perasaan dapat memperkuat hubungan yang hangat dan saling memercayai. Pencerminan perasaan juga dapat menolong konseli dalam menyadari perasaannya, lalu menerima dan menelitinya. Namun demikian, pencerminan perasaan menuntut adanya pembedaan-pembedaan yang halus dan ini paling baik dilakukan satu per satu. Ada lima langkah yang dapat kita lakukan untuk menghasilkan pencerminan perasaan yang efektif, antara lain berikut ini:
- Amatilah tingkah laku (perhatikan ekspresi wajah, nada suara, dan tingkat energi secara keseluruhan).
- Dengarlah dengan cermat apa yang dikatakan konseli.
- Bertanyalah kepada diri sendiri.
- Yakinkanlah bahwa konseli memahami arti kata-kata Anda.
- Susunlah kata-kata yang melukiskan perasaan ke dalam suatu kalimat.
h. Membuat ringkasan. Ringkasan dibuat setelah melakukan percakapan yang panjang dan mendapat keterangan-keterangan yang relatif singkat. Ambillah inti sari dari peristiwa yang dialami konseli. Ringkasan dapat menolong pada permulaan sesi konseling sesudah berpisah untuk beberapa hari. Ringkasan sangat berguna saat seseorang tampaknya sudah selesai berbicara tentang suatu hal, suatu pengamatan yang dilakukan sendiri tampak sudah jelas arahnya. Ringkasan juga berguna untuk mengarahkan perhatian dan membantu menyusun kaitan satu informasi dengan informasi yang lain dan untuk memperkenalkan suatu rencana yang akan dilaksanakan. Agar konseling lebih efektif, konselor sebaiknya menyarankan konseli untuk membuat ringkasan juga.
i. Menggabungkan semuanya. Poin-poin sebelumnya membantu kita untuk mengutarakan pengertian kita dan memperbanyak peluang kita untuk memeriksa apakah kita benar-benar mengerti maksud konseli. Jika masih ada bagian yang belum dimengerti, lebih baik mengonfirmasi ulang dengan konseli kita.
Demikianlah keterampilan yang harus ditingkatkan dalam mendengarkan konseli dengan efektif dalam kasih. Namun demikian, terkadang kita memerlukan keterampilan lebih tinggi untuk melakukannya, yaitu dengan mengembangkan diri untuk cepat tanggap, konfrontasi, dan keterbukaan diri.
- Cepat tanggap, artinya memfokuskan perhatian pada peristiwa/cerita yang disampaikan konseli. Akan tetapi, kita juga tidak perlu cepat tanggap secara berlebihan. Karena sikap cepat tanggap yang terlalu banyak dan terlalu dini, justru dapat mengancam keakraban seseorang, dan hal itu menutup pintu untuk komunikasi yang lebih lanjut. Sikap cepat tanggap jika dilakukan dengan tepat dapat meredakan ketegangan hubungan kita dengan konseli, menyalurkan percakapan yang tidak menentu dan menyelesaikan soal ketergantungan versus otonomi.
- Konfrontasi, artinya kita menunjukkan hal-hal yang kelihatannya tidak konsisten dengan akurat. Jadi, ini bukan sekadar tidak sepakat dengan seseorang yang memunyai pandangan yang berbeda dari kita. Konfrontasi di sini juga tidak berarti bermusuhan, melainkan mencari tahu tingkah laku yang bertentangan. Oleh karena itu, hindarilah untuk mengadili dan mengatakan pendapat kita sendiri kepada konseli. Maksud dari konfrontasi bukanlah mengalahkan atau menghukum konseli. Maksudnya ialah untuk menolongnya mengenali, meneliti, dan menyelesaikan pertentangan, dan dengan demikian ikut menyumbangkan sesuatu demi tercapainya suatu gambaran tentang dirinya sendiri yang konsisten dan lebih akurat. Intinya, nyatakanlah tingkah laku yang bertentangan dengan cara yang dapat merangsang konseli untuk mau menelitinya, bersikaplah tentatif (bisa diubah), bersiap sedialah untuk menghadapi ketidakpastian atau permusuhan, dan bicarakanlah hal ini dengan tidak bersikap defensif.
- Membuka diri, artinya menceritakan kepada orang lain tentang diri kita sesuai dengan apa yang sedang menjadi perhatian orang lain. Dengan membuka diri, kita memberikan kesempatan untuk timbulnya rasa saling memercayai, sehingga konseli merasa nyaman untuk menceritakan dirinya kepada kita. Akan tetapi, dalam menerapkan ini, kita harus bijaksana sehingga kita berhasil membuat konseli merasa nyaman dan tidak salah telah datang kepada kita untuk meminta pertolongan. Sebaliknya, jika kita terlalu mendominasi dan banyak menceritakan tentang diri kita sendiri, hal ini dapat mengakibatkan konseli merasa jengkel dan akhirnya tidak mau lagi bertemu dengan kita. Jadi, kuncinya adalah jangan berlebihan.
Diringkas dari:
Judul asli buku: When Someone Ask for Help
Judul buku terjemahan: Ketika Seseorang Berkata: Tolonglah Saya!
Judul bab: Menunjukkan Bahwa Anda Mengerti (Tahap 1)
Judul asli artikel: Keterampilan untuk Mendengarkan Secara Aktif
Penulis: Everett L. Worthington, Jr.
Penerjemah: Gerrit J. Tiendas
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman: 152 -- 174
Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Doni K.
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >