Anda terdaftar dengan alamat: iklanmdo.kristen@blogger.com
e-Konsel -- Menasihati dengan Kasih
Edisi 331/Februari 2013
Salam sejahtera,
Jika ada seseorang yang menghadapi masalah, sebagai seorang konselor, sudah kewajiban kita untuk menolong dan menasihati mereka. Namun, sebagai seorang konselor Kristen, cara kita memberikan nasihat haruslah sesuai dengan pedoman firman Tuhan. Dalam edisi e-Konsel minggu ini, simaklah kolom Bimbingan Alkitabiah yang akan menolong para konselor dan orang Kristen pada umumnya dalam menasihati sesama yang jatuh di dalam dosa, terutama yang sedang memiliki masalah dalam kehidupan rohaninya. Secara khusus, kita akan melihat dari sudut pandang Matius 18:15-20.
Milikilah kasih seperti Kristus, yang selalu memberikan kesempatan kepada manusia untuk kembali kepada-Nya dan mendapatkan kelegaan di dalam Dia. Mohonlah pertolongan Roh Kudus agar kita dapat melakukan apa yang diajarkan oleh firman-Nya dalam menasihati sesama kita. Selamat membaca dan selamat menasihati dengan kasih.
Pemimpin Redaksi e-Konsel,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >
BIMBINGAN ALKITABIAH: MENASIHATI SESAMA SAUDARA
Sumber Alkitab: Matius 18:15-20
Matius 18:15-20 merupakan pengajaran tentang langkah-langkah yang perlu kita ambil untuk menasihati dan menghadapi orang yang jatuh di dalam dosa.
Bagian pertama (Matius 18:15-17): Sikap Rekonsiliasi Terhadap Pendosa
Tidak dapat disangkal bahwa menegur orang lain merupakan pekerjaan yang sulit. Ada banyak orang yang tidak mau menerima teguran, dan banyak orang yang menerima teguran dengan cara yang salah, yaitu teguran yang diberikan dengan cara yang tidak bijaksana, misalnya teguran yang dilakukan di muka umum atau dalam suasana hati yang panas atau dengan kata-kata yang kasar. Perhatikanlah betapa indah jalan yang ditunjuk oleh ayat 15 ini, bahwa teguran harus dimulai dari pertemuan empat mata, dengan tujuan agar teguran itu tidak mempermalukannya. Apalagi, bila kita menegur seorang, janganlah niat kita untuk menghukum saja; tetapi niat yang benar ialah untuk mendapatkan kembali saudara kita, seperti mencari seekor domba yang sesat (15b). Teguran yang kita ucapkan kepada saudara kita sebaiknya dengan tujuan untuk menolongnya. Untuk itu, Tuhan Yesus secara khusus berbicara mengenai sikap terhadap saudara (anggota jemaat) yang berdosa dengan prosedur yang harus diambil sebagai berikut:
Tahap 1: Pembicaraan empat mata.
Tahap 2: Pembicaraan di depan dua atau tiga orang saksi.
Tahap 3: Pembicaraan di depan jemaat.
Tanggung jawab yang pertama ialah pergi secara pribadi kepada orang yang bersalah, tanpa menunggu permintaan maaf. Jika hal itu tidak berhasil, sekalipun sudah diperingatkan melalui pembicaraan pribadi, kesalahan akan tetap terjadi. Maka, kita perlu masuk ke tahap yang ke-2. Prosedur semacam ini membuatnya lebih mudah untuk memperoleh suatu pengakuan dosa.
Pada langkah yang kedua ini harus ada beberapa orang saksi pada saat wawancara (baca Ulangan 19:17). Keikutsertaan 2 atau 3 orang lain dalam teguran, memiliki alasan berikut:
- Teguran yang diberikan oleh 3 orang lebih kuat daripada teguran yang disampaikan 1 orang saja.
- Dengan saksi-saksi tambahan itu, pembicaraan akan menjadi lebih matang dan lengkap.
Apabila berhasil, maka kita akan memperoleh orang itu kembali dan memulihkan hubungan orang tersebut dengan Tuhan dan dengan sesama orang beriman. Hal tersebut bertujuan untuk mengajak saudara kita yang berdosa kembali ke dalam jemaat.
Apabila tahap ke-2 masih saja tidak berhasil, maka kita masuk kepada tahap yang ke-3. Prosedur ini dirumuskan untuk menunjukkan bagaimana pihak yang dirugikan harus menanggapinya. Tahap ke-3 seringkali melahirkan langkah yang drastis, yaitu pengucilan (ekskomunikasi). Pengucilan ini barangkali dimaksudkan untuk membuat kejutan bagi yang berdosa supaya mengadakan rekonsiliasi. Proses yang sama ditempuh oleh jemaat di Israel pada masa lalu berdasarkan Ulangan 19:15.
"Sampaikanlah soalnya kepada jemaat" (ayat 17). Jika pihak yang bersalah tetap tidak mau mengakui kesalahannya (dan dosanya cukup parah sehingga dapat memengaruhi jemaat yang lain), maka gereja/sidang jemaat harus ikut menangani masalah tersebut. Ketidaksediaan untuk mematuhi nasihat gereja (jemaat) menjadikan orang yang bersalah tadi harus dianggap sebagai orang yang tidak seiman ("tidak mengenal Allah, pemungut cukai"). Tentu saja, tindakan semacam ini harus termasuk usaha untuk menjangkaunya dengan Injil.
Penyebutan anggota yang dikucilkan sebagai orang kafir atau pemungut cukai (ayat 17) memang agak aneh, mengingat sikap Yesus yang terbuka terhadap kedua kelompok tersebut. Namun, kita dapat menarik maksud istilah tersebut bahwa istilah ini melukiskan orang yang dikucilkan dari arus kehidupan religius Yahudi.
Bagian Kedua (Matius 18:18-20): Mengikat dan Melepaskan
Matius 18:18, "Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (bandingkan Matius 16:19). Orang Yahudi memakai istilah "mengikat" untuk hal mengucilkan seorang dari jemaat Tuhan, dan istilah "melepaskan" adalah dipergunakan untuk hal melepaskan seorang untuk masuk ke tahap pengucilan. Pengertiannya adalah orang yang "terikat" pada kesalahannya, ia akan "terlepas" dari komunitas gerejawi.
Melalui ayat 18 ini, Tuhan Yesus memberikan suatu wewenang "disiplin gerejawi", bukan hanya tindakan dari anggota-anggota jemaat terhadap seorang anggota jemaat, melainkan dapat dikatakan sama dengan tindakan Allah sendiri. Jika jemaat menegur seorang supaya ia bertobat dan meninggalkan dosanya, maka melalui teguran itu Tuhan sendiri mencari dan memanggil orang itu. Jika orang itu tetap menolak panggilan Tuhan, Tuhan menolak orang itu. Sebaliknya, jika jemaat menyambut orang yang menyesal, Tuhan sendiri juga menyambut orang itu.
Ayat 19 dan 20 menyampaikan janji bahwa doa akan dijawab. "Jika dua orang sepakat" merupakan bukti tambahan bahwa keputusan jemaat yang dilandasi dengan doa yang berkaitan dengan disiplin, akan dihormati Tuhan. Janji mengenai doa terpadu ini harus dilihat dari sudut ajaran Kristus yang lain mengenai pokok ini (bandingkan 1 Yohanes 5:14). "Di situ Aku ada di tengah-tengah mereka". Janji tentang kehadiran khusus Kristus di tengah-tengah jemaat yang jumlahnya paling kecil.
Pada 2 ayat terakhir ini, Tuhan Yesus menerangkan betapa pentingnya orang-orang yang percaya kepada-Nya bergabung dan membentuk sebuah jemaat. Tuhan Yesus menerangkan bahwa doa yang dipanjatkan bersama-sama (meskipun oleh dua orang saja) merupakan doa yang sangat kuat. Allah mengabulkan doa itu, walaupun dengan cara yang sesuai dengan hikmat-Nya; acap kali Ia mengabulkan doa kita dengan cara yang lain daripada yang kita harapkan sebelumnya.
Dua ayat terakhir ini juga menjelaskan tentang wewenang Sidang Jemaat yang sudah disinggung dalam ayat 16 - 17. Apabila sidang telah menasihati seorang anggota jemaat yang tidak mau mengakui dosanya atau tidak mau meninggalkan dosa itu, sewajarnyalah Sidang Jemaat berdoa bersama-sama supaya Tuhan memberi kebijaksanaan dalam tugas mereka itu. Tuhan Yesus memberi suatu janji, bahwa Ia sendiri akan hadir, di tempat dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya, yang berarti sebagai orang yang percaya kepada Kristus dan yang mau menaati Kristus.
Persetujuan dari Sidang Jemaat yang bersatu dalam doa akan diterima oleh Allah sebagai pengikat, karena Ia hadir dalam doa jemaat secara khusus. Sifat penting dan menyakitkan dari pemisahan seorang yang tidak mengakui jemaat diimbangi oleh keyakinan jemaat bahwa Allah menyetujui keputusan tersebut.
PERINGATAN:
Kasus dalam 1 Korintus 5:1-13 agaknya dapat menjadi contoh kasus yang melibatkan Sidang Jemaat dan masuk kepada "tahap pengucilan" anggota jemaat yang bersalah. Khusus tentang instruksi Paulus pada 1 Korintus 5:5, terhadap orang yang melakukan pelanggaran moral yang serius, dibutuhkan penafsiran yang hati-hati dan implementasi yang harus tetap meninggikan HUKUM KASIH. Jika tidak, akan terjadi penyimpangan yang cukup besar. Gereja dapat menjadi "polisi moral" yang sombong dan otoriter.
Ada contoh (yang ekstrem) tentang penyimpangan kekuasaan Sidang Jemaat (Lembaga Gereja) pernah terjadi pada masa lalu, baik di kalangan Gereja Katolik Roma maupun kalangan Protestan, masing-masing memunyai sejarah buruk.
Sejarah mencatat, ada suatu masa Lembaga Gereja dengan kekuasaannya yang otoriter membunuh (membakar, memancung, dan menyiksa) orang-orang yang dianggap berdosa/dianggap sesat. Gereja-gereja justru menjadi pelanggar hak asasi manusia yang serius. Pengucilan (ekskomunikasi) menjadi momok yang amat sangat menakutkan kala itu karena konsekuensinya adalah siksaan, yang diakhiri dengan hukuman mati. Semangat gereja-gereja dalam menumpas kesesatan dan menumpas pendosa saat itu memang luar biasa. Namun di saat yang sama, gereja-gereja justru melupakan kasih. "Orang-orang saleh" di dalam gereja menjadi algojo-algojo atas nama Tuhan! Gereja untuk waktu yang panjang menjadi momok dan mesin pembunuh untuk "para pendosa" (orang yang dianggap berdosa). Janganlah ini terulang lagi.
HUKUM KASIH harus menjadi patokan utama dan yang tertinggi daripada segala macam hukum dan peraturan, yang dihasilkan oleh Sidang-sidang gerejawi mana pun dan apa pun.
Diambil dan disunting dari:
Nama situs: SarapanPagi Biblika
Alamat URL: http://www.sarapanpagi.org/menasehati-sesama-saudara-matius-18-15-20-vt2470.html
Penulis artikel: BP
Tanggal akses: 12 Februari 2013
Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Doni K.
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >