--------------------------------------------------------------------- e-BinaGuru -- MILIS DISKUSI PARA PELAYAN ANAK DAN GURU SEKOLAH MINGGU ---------------------------------------------------------------------
Pendekar
Bodoh
by Yuswohady
Hari Jumat (15/2) lalu saya ketemu Pak David Marsudi, presiden direktur
jaringan restoran D'Cost. Orang satu ini luar biasa nyentrik-nya. Dia misalnya,
menyebut dirinya sebagai "pendekar bodoh" (nama perseroan D'Cost adalah PT.
Pendekar Bodoh). Kenapa? Karena, menurut dia, menjadi pengusaha itu harus
terus-terusan merasa bodoh. "Karena merasa bodoh, maka kemudian kita harus
terus belajar. Kalau kita sudah pintar, kita berhenti belajar," ujarnya.
Pada saat mau ketemu pak David, kebetulan saya melewati meja resepsionis dengan
latar belakang logo D'Cost Academy, training center jaringan resto bersemboyan:
"Mutu Bintang Lima, Harga Kaki Lima" ini. Yang mengusik saya adalah tagline
D'Cost Academy yang bunyinya menggelitik, "Stupid Guys Keep Learning"; orang
bodoh selalu belajar. Intinya, tagline itu ingin mengatakan, semua karyawan
D'Cost adalah orang bodoh, dan karena itu akan selalu belajar. "Kami adalah
orang-orang bodoh berjiwa pendekar," tukasnya.
Ruarrr biasa!!! Terus terang, setelah hampir dua jam saya ngobrol dengan pak
David, saya jadi malu abis karena selama ini saya merasa pinter dan sok
keminter. Padahal sesungguhnya nggak ada apa-apanya dibanding pak David…
hehehe.
Giving
Yang membuat saya salut luar biasa ke pak David adalah prinsip bisnisnya yang
meneduhkan. Begini bunyi falsafah bisnisnya: "Hanya konsentrasi pada apa yang
dapat Anda berikan, jangan kawatir atas apa yang akan Anda dapatkan." Intinya,
D'Cost harus memberi, memberi, dan memberi. Semakin banyak memberi, maka
ujung-ujungya akan semakin banyak mendapatkan. The more you give, the more you
get!!!
Pak David memberi perumpamaan pendulum: "Ketika dilempar, maka pada akhirnya
pendulum pasti akan kembali." Saya kemudian iseng menimpali, "Tapi masalahnya,
kapan pendulum itu akan balik pak?" Dengan tangkas ia menjawab, "mungkin saat
itu juga, mungkin sebulan kemudian, mungkin setahun kemudian, bisa juga
bertahun-tahun kemudian. Nggak masalah, itu semua Tuhan yang atur, kita manusia
tak usah repot-repot mikirin," jawabnya enteng.
Prinsip memberi inilah yang melandasi kenapa pak David memilih restoran sebagai
bidang usahanya. "Karena restoran itu menampung banyak pegawai," ujarnya. Kalau
bisnis D'Cost sukses, maka makin banyak karyawan yang ditampung, semakin banyak
berkah diberikan kepada karyawan. Karena itu pak David punya spirit bahwa
D'Cost harus menjadi "distributor rezeki" bagi bagi para karyawan dan siapapun
yang berbisnis dengan D'Cost. Wow… betapa indahnya.
Memerdekakan Berkah yang diberikan D'Cost, kata pak David, tak hanya kepada
karyawan dan partner bisnis. Yang terutama justru kepada konsumen. Apa itu? Pak
David bercerita bahwa model bisnis D'Cost sesungguhnya simpel, yaitu:
menjadikan makanan-makanan yang dulunya nggak terjangkau oleh kantong rakyat kecil,
kini menjadi terjangkau. "Mimpi saya adalah menjadikan rakyat kecil bisa makan
masakan hotel berbintang tapi dengan harga yang terjangkau oleh kantong
mereka," papar pak David mengenai falsafah di balik tagline "Mutu Bintang Lima,
Harga Kaki Lima".
Contohnya seafood. Selama ini kita mengenal seafood sebagai masakan mahal, tapi
oleh D'Cost kini dibikin murah sehingga terjangkau rakyat jelata. Pak David
kini juga sedang merintis restoran susi Jepang yang bakal buka sebentar lagi.
Prinsipnya sama, kalau selama ini masakan susi mahal dan hanya ada di hotel
berbintang, maka kini harus menjadi murah dan terjangkau rakyat kecil. "Nanti
kita akan bikin restoran Italia, restoran Amerika, restoran Eropa dengan harga
rakyat jelata," tambahnya.
Jadi prinsip giving di sini diterjemahkan sebagai "memerdekakan" rakyat kecil
yang ingin merasakan dan menikmati masakan mahal, masakan hotel, atau masakan
luar negeri, yang selama ini tak terjangkau oleh isi kocek mereka.
Pengusaha Bodoh
Ada lagi konsep bisnis nyleneh pak David yang membuat saya berpikir tujuh
keliling. Yaitu argumentasi pak David yang menyebut dirinya sebagai "pengusaha
bodoh". Dia bilang bahwa, kini pasar dipenuhi oleh "konsumen pintar" dan
"pengusaha pintar".
Ciri konsumen pintar adalah ia minta mutu tinggi tapi dengan harga semurah
mungkin. Sementara ciri pengusaha pintar adalah ia memberikan mutu tinggi tapi
dengan harga berlipat-lipat lebih tinggi. "Kalau konsumen dan pengusaha
sama-sama pintar, maka ini nggak akan ketemu-ketemu," jelas pak David.
Karena itu, pak David memosisikan diri sebagai "pengusaha bodoh". Apa cirinya
pengusaha bodoh? Yaitu ketika dia memberikan mutu setinggi mungkin, tapi
memasang harga semurah mungkin (yup, ini namanya "ngajak bangkrut" hehehe).
"Saya bisa pastikan, konsumen pintar lebih suka pada pengusaha bodoh dibanding
pengusaha pintar. Itu sebabnya saya memilih menjadi pengusaha bodoh," seloroh
pak David berargumen.
Secara logika model bisnis yang diambil pak David selintas nggak masuk akal.
Bagaimana bisa memberikan mutu tinggi, tapi harga murah? Tapi justru inilah
indahnya prinsip bisnis pak David. Intinya kalau niatnya ikhlas untuk
memberikan yang terbaik untuk konsumen, maka Tuhan akan memberikan yang terbaik
untuk kita. Pendulum yang dilempar pasti pada waktunya akan kembali. Inilah
indahnya prinsip memberi. It's the power of giving.
Nyentrik
Untuk memberikan gambaran bagaimana prinsip giving ini dijalankan pak David,
coba kita simak program-program promosi nyleneh dan melawan arus (yup,
paradoks) yang dijalankan D'Cost. Ambil contoh program "Diskon Umur". Program
ini memberikan diskon ke konsumen sesuai umur yang tertera di KTP. Kalau umur
Anda 30 tahun maka Anda dapat diskon 30%. Kalau umur Anda 80 tahun Anda dapat
diskon 80%. Lalu bagaimana kalau umur Anda 104 tahun? "Anda malah dapat cash
back, habis makan malah dapat duit," ujar pak David. Kwkwkwwkkw!!!
Contoh program nyleneh lain adalah program "Hamil Baru Bayar". Program ini
memberikan kesempatan para pasangan untuk merayakan pernikahan di D'Cost gratis
untuk 300 kursi plus dekorasi pelaminan. Bayarnya kapan? Bayarnya setelah si
istri hamil. Begini bunyi iklannya: "Pesta Pernikahan Sekarang… Hamil Baru
Bayar.. (Tidak Hamil, Gratis)".
Ada juga program "Uang dan Doa" dimana konsumen membayar makanan di D'Cost
dengan "Separo Uang, Separo Doa". Syaratnya, si konsumen wajib mendoakan orang
lain dalam secarik kertas, doa inilah yang dipakai untuk membayar separo harga
makanan yang dipesan. Kwkwwkwkw!!!
Seperti halnya saya, Anda para pembaca pasti bertanya-tanya: "Konsumen usia 104
tahun makan di D'Cost nggak bayar malah dapat duit, apa itu nggak bikin
bangkrut?" Atau, "Pasangan menggelar resepsi gratis di D'Cost tapi setelah
hamil menghilang nggak bayar, apa itu nggak bikin bangkrut?" Inilah sekali lagi
keindahan dari spirit of giving.
Barangkali memang banyak pasangan yang tidak balik ke D'Cost saat istrinya
hamil, tapi bagi pak David itu tidak jadi masalah. "Dari program-progran yang
unik itu kita mendapatkan simpati dari konsumen dan ini bisa memicu promosi
dari mulut ke mulut yang nilai rupiahnya bisa miliaran," ujar pak David
tangkas, "pokoknya nggak usah kawatir, itu semua Tuhan yang atur."
Kini bahkan pak David sedang mempersiapkan gerai bakery-nya dengan merek
D' Stupid Baker. Yang menarik adalah tagline-nya yang berbunyi: "5 Star
Quality, Stupid Price". Yang lebih menarik adalah nama perusahaan yang menaungi
D' Stupid Baker, yaitu PT Bocuan Gapapa. Mau tahu apa maksudnya? Bocuan Gapapa
maksudnya "nggak profit nggak papa"… yang penting memberi… kwkwkkwkwkwkk…
Mengikuti pengalaman saya ngobrol dengan pak David, mungkin Anda kini mulai
terbuka lebar hatinya. Barangkali Anda mulai sepakat dengan saya bahwa, setelah
membaca kolom ini kita harus menjadi orang bodoh. Orang bodoh yang berjiwa
pendekar. Orang bodoh yang bersenjatakan spirit memberi.
Sekali lagi: It's the power of giving.
Pak David memang T-O-P.. B-G-T!!!
Bodoh
by Yuswohady
Hari Jumat (15/2) lalu saya ketemu Pak David Marsudi, presiden direktur
jaringan restoran D'Cost. Orang satu ini luar biasa nyentrik-nya. Dia misalnya,
menyebut dirinya sebagai "pendekar bodoh" (nama perseroan D'Cost adalah PT.
Pendekar Bodoh). Kenapa? Karena, menurut dia, menjadi pengusaha itu harus
terus-terusan merasa bodoh. "Karena merasa bodoh, maka kemudian kita harus
terus belajar. Kalau kita sudah pintar, kita berhenti belajar," ujarnya.
Pada saat mau ketemu pak David, kebetulan saya melewati meja resepsionis dengan
latar belakang logo D'Cost Academy, training center jaringan resto bersemboyan:
"Mutu Bintang Lima, Harga Kaki Lima" ini. Yang mengusik saya adalah tagline
D'Cost Academy yang bunyinya menggelitik, "Stupid Guys Keep Learning"; orang
bodoh selalu belajar. Intinya, tagline itu ingin mengatakan, semua karyawan
D'Cost adalah orang bodoh, dan karena itu akan selalu belajar. "Kami adalah
orang-orang bodoh berjiwa pendekar," tukasnya.
Ruarrr biasa!!! Terus terang, setelah hampir dua jam saya ngobrol dengan pak
David, saya jadi malu abis karena selama ini saya merasa pinter dan sok
keminter. Padahal sesungguhnya nggak ada apa-apanya dibanding pak David…
hehehe.
Giving
Yang membuat saya salut luar biasa ke pak David adalah prinsip bisnisnya yang
meneduhkan. Begini bunyi falsafah bisnisnya: "Hanya konsentrasi pada apa yang
dapat Anda berikan, jangan kawatir atas apa yang akan Anda dapatkan." Intinya,
D'Cost harus memberi, memberi, dan memberi. Semakin banyak memberi, maka
ujung-ujungya akan semakin banyak mendapatkan. The more you give, the more you
get!!!
Pak David memberi perumpamaan pendulum: "Ketika dilempar, maka pada akhirnya
pendulum pasti akan kembali." Saya kemudian iseng menimpali, "Tapi masalahnya,
kapan pendulum itu akan balik pak?" Dengan tangkas ia menjawab, "mungkin saat
itu juga, mungkin sebulan kemudian, mungkin setahun kemudian, bisa juga
bertahun-tahun kemudian. Nggak masalah, itu semua Tuhan yang atur, kita manusia
tak usah repot-repot mikirin," jawabnya enteng.
Prinsip memberi inilah yang melandasi kenapa pak David memilih restoran sebagai
bidang usahanya. "Karena restoran itu menampung banyak pegawai," ujarnya. Kalau
bisnis D'Cost sukses, maka makin banyak karyawan yang ditampung, semakin banyak
berkah diberikan kepada karyawan. Karena itu pak David punya spirit bahwa
D'Cost harus menjadi "distributor rezeki" bagi bagi para karyawan dan siapapun
yang berbisnis dengan D'Cost. Wow… betapa indahnya.
Memerdekakan Berkah yang diberikan D'Cost, kata pak David, tak hanya kepada
karyawan dan partner bisnis. Yang terutama justru kepada konsumen. Apa itu? Pak
David bercerita bahwa model bisnis D'Cost sesungguhnya simpel, yaitu:
menjadikan makanan-makanan yang dulunya nggak terjangkau oleh kantong rakyat kecil,
kini menjadi terjangkau. "Mimpi saya adalah menjadikan rakyat kecil bisa makan
masakan hotel berbintang tapi dengan harga yang terjangkau oleh kantong
mereka," papar pak David mengenai falsafah di balik tagline "Mutu Bintang Lima,
Harga Kaki Lima".
Contohnya seafood. Selama ini kita mengenal seafood sebagai masakan mahal, tapi
oleh D'Cost kini dibikin murah sehingga terjangkau rakyat jelata. Pak David
kini juga sedang merintis restoran susi Jepang yang bakal buka sebentar lagi.
Prinsipnya sama, kalau selama ini masakan susi mahal dan hanya ada di hotel
berbintang, maka kini harus menjadi murah dan terjangkau rakyat kecil. "Nanti
kita akan bikin restoran Italia, restoran Amerika, restoran Eropa dengan harga
rakyat jelata," tambahnya.
Jadi prinsip giving di sini diterjemahkan sebagai "memerdekakan" rakyat kecil
yang ingin merasakan dan menikmati masakan mahal, masakan hotel, atau masakan
luar negeri, yang selama ini tak terjangkau oleh isi kocek mereka.
Pengusaha Bodoh
Ada lagi konsep bisnis nyleneh pak David yang membuat saya berpikir tujuh
keliling. Yaitu argumentasi pak David yang menyebut dirinya sebagai "pengusaha
bodoh". Dia bilang bahwa, kini pasar dipenuhi oleh "konsumen pintar" dan
"pengusaha pintar".
Ciri konsumen pintar adalah ia minta mutu tinggi tapi dengan harga semurah
mungkin. Sementara ciri pengusaha pintar adalah ia memberikan mutu tinggi tapi
dengan harga berlipat-lipat lebih tinggi. "Kalau konsumen dan pengusaha
sama-sama pintar, maka ini nggak akan ketemu-ketemu," jelas pak David.
Karena itu, pak David memosisikan diri sebagai "pengusaha bodoh". Apa cirinya
pengusaha bodoh? Yaitu ketika dia memberikan mutu setinggi mungkin, tapi
memasang harga semurah mungkin (yup, ini namanya "ngajak bangkrut" hehehe).
"Saya bisa pastikan, konsumen pintar lebih suka pada pengusaha bodoh dibanding
pengusaha pintar. Itu sebabnya saya memilih menjadi pengusaha bodoh," seloroh
pak David berargumen.
Secara logika model bisnis yang diambil pak David selintas nggak masuk akal.
Bagaimana bisa memberikan mutu tinggi, tapi harga murah? Tapi justru inilah
indahnya prinsip bisnis pak David. Intinya kalau niatnya ikhlas untuk
memberikan yang terbaik untuk konsumen, maka Tuhan akan memberikan yang terbaik
untuk kita. Pendulum yang dilempar pasti pada waktunya akan kembali. Inilah
indahnya prinsip memberi. It's the power of giving.
Nyentrik
Untuk memberikan gambaran bagaimana prinsip giving ini dijalankan pak David,
coba kita simak program-program promosi nyleneh dan melawan arus (yup,
paradoks) yang dijalankan D'Cost. Ambil contoh program "Diskon Umur". Program
ini memberikan diskon ke konsumen sesuai umur yang tertera di KTP. Kalau umur
Anda 30 tahun maka Anda dapat diskon 30%. Kalau umur Anda 80 tahun Anda dapat
diskon 80%. Lalu bagaimana kalau umur Anda 104 tahun? "Anda malah dapat cash
back, habis makan malah dapat duit," ujar pak David. Kwkwkwwkkw!!!
Contoh program nyleneh lain adalah program "Hamil Baru Bayar". Program ini
memberikan kesempatan para pasangan untuk merayakan pernikahan di D'Cost gratis
untuk 300 kursi plus dekorasi pelaminan. Bayarnya kapan? Bayarnya setelah si
istri hamil. Begini bunyi iklannya: "Pesta Pernikahan Sekarang… Hamil Baru
Bayar.. (Tidak Hamil, Gratis)".
Ada juga program "Uang dan Doa" dimana konsumen membayar makanan di D'Cost
dengan "Separo Uang, Separo Doa". Syaratnya, si konsumen wajib mendoakan orang
lain dalam secarik kertas, doa inilah yang dipakai untuk membayar separo harga
makanan yang dipesan. Kwkwwkwkw!!!
Seperti halnya saya, Anda para pembaca pasti bertanya-tanya: "Konsumen usia 104
tahun makan di D'Cost nggak bayar malah dapat duit, apa itu nggak bikin
bangkrut?" Atau, "Pasangan menggelar resepsi gratis di D'Cost tapi setelah
hamil menghilang nggak bayar, apa itu nggak bikin bangkrut?" Inilah sekali lagi
keindahan dari spirit of giving.
Barangkali memang banyak pasangan yang tidak balik ke D'Cost saat istrinya
hamil, tapi bagi pak David itu tidak jadi masalah. "Dari program-progran yang
unik itu kita mendapatkan simpati dari konsumen dan ini bisa memicu promosi
dari mulut ke mulut yang nilai rupiahnya bisa miliaran," ujar pak David
tangkas, "pokoknya nggak usah kawatir, itu semua Tuhan yang atur."
Kini bahkan pak David sedang mempersiapkan gerai bakery-nya dengan merek
D' Stupid Baker. Yang menarik adalah tagline-nya yang berbunyi: "5 Star
Quality, Stupid Price". Yang lebih menarik adalah nama perusahaan yang menaungi
D' Stupid Baker, yaitu PT Bocuan Gapapa. Mau tahu apa maksudnya? Bocuan Gapapa
maksudnya "nggak profit nggak papa"… yang penting memberi… kwkwkkwkwkwkk…
Mengikuti pengalaman saya ngobrol dengan pak David, mungkin Anda kini mulai
terbuka lebar hatinya. Barangkali Anda mulai sepakat dengan saya bahwa, setelah
membaca kolom ini kita harus menjadi orang bodoh. Orang bodoh yang berjiwa
pendekar. Orang bodoh yang bersenjatakan spirit memberi.
Sekali lagi: It's the power of giving.
Pak David memang T-O-P.. B-G-T!!!
--------------------------------------------------------------------- Bergabung kirim e-mail ke:Berhenti kirim e-mail ke: Untuk arsip: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-BinaGuru ---------------------------------------------------------------------
CrossConnect provides VPN service for remote workers. Contact sales@xc.org.