Anda terdaftar dengan alamat: iklanmdo.kristen@blogger.com
e-Konsel -- Psikologi dalam Konseling Kristen
Edisi 340/Mei 2013
Salam konseling,
Untuk memperlengkapi diri sebagai seorang konselor, salah satu harga yang harus kita bayar adalah kemauan untuk terus belajar. Sebagai seorang konselor Kristen, kita boleh membaca berbagai buku dan sumber-sumber yang terkait dengan pendidikan psikis manusia (psikologi). Namun demikian, yang lebih penting dari hal itu adalah menyelaraskan semua ilmu tersebut dengan kebenaran Alkitab, sumber kebenaran yang mutlak. Berbeda dari ajaran psikologi sekuler, psikologi Kristen harus mendasarkan pengetahuan di atas dasar kebenaran alkitabiah. Itulah sebabnya, konselor Kristen tidak serta-merta mencomot pemikiran-pemikiran psikologi sekuler dalam menolong konseli.
Pada bulan Mei ini, e-Konsel membahas tentang keterkaitan antara psikologi dan konseling Kristen. Bagaimanakah kita menempatkan Alkitab sebagai dasar psikologi Kristen? Pada edisi ini kami juga menyajikan sebuah artikel yang mengupas tentang bagaimana menolong anak yang cenderung perasa. Selamat membaca sajian kami dan selamat melanjutkan pelayanan Anda sebagai konselor yang militan di dalam Tuhan.
Pemimpin Redaksi e-Konsel,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >
CAKRAWALA: ALKITAB DAN PSIKOLOGI
Apakah benar iman Kristen tidak mempunyai peranan dalam psikologi? Bukankah Alkitab merupakan buku sumber yang benar dan tepat untuk mempelajari psikologi dibanding dengan buku-buku psikologi Barat? Herbert Mowrer, mantan Presiden American Psychological Association, pernah menegur para rohaniwan atas kelalaian mereka dalam memanfaatkan firman Allah. Dia bukan seorang Kristen, tetapi merasa bahwa Alkitab merupakan dasar pelayanan psikologis yang lebih tepat daripada psikologi yang beliau sendiri ajarkan dan praktikkan.(1)
Bukanlah maksud penulis untuk mengajukan psikologi alkitabiah hanya sebagai salah satu pilihan yang sama manfaatnya dengan psikologi Barat atau kebatinan. Hal itu akan jelas kalau kita kembali pada masalah epistemologi. Pertanyaannya adalah apakah psikologi alkitabiah juga tidak dapat dibenarkan? Apakah ketiga pendekatan ini senilai?
Seperti diuraikan di atas, kebatinan dan psikologi Barat yang dipertentangkan oleh W. S. Rendra (Jurusan Psikologi diganti dengan Kebatinan) tidak mempunyai epistemologi yang jelas. Dasar perbedaan kedua pola itu hanyalah perasaan dan pendapat orang-orang yang menganutnya, dan pilihan mereka lebih dipengaruhi oleh didikan dan lingkungan daripada pertimbangan ilmiah. Keduanya diajukan sekadar sebagai "perumusan para tua-tua", kendatipun tua-tua yang sangat cerdas dan disegani.
Penjelasan Alkitab tidak patut dianggap sekadar kesimpulan para tua-tua. Alkitab memperkenalkan dirinya sebagai Sabda Sang Pencipta. Siapa yang lebih tahu kodrat dan kebutuhan makhluk kalau bukan pihak yang membuatnya? Sepanjang beberapa alinea berikut, kita akan melihat (1) kekeliruan seorang "psikolog modern" pada masa lampau sewaktu menghadapi suatu kasus nyata, dan (2) beberapa contoh epistemologi yang menunjukkan bahwa Alkitab tidak boleh dianggap sekadar buah perenungan manusia, melainkan sebagai Sabda Allah.
Perbedaan antara kebenaran firman Allah dan pengertian humanis terlihat jelas dalam Kitab Ayub. Saat itu, pengertian psikologis seorang manusia modern bernama Elifas sungguh keliru saat beliau diperhadapkan pada penderitaan Ayub, seorang yang terkenal akan kesalehannya.(2)
Elifas menghadapi suatu dilema, suatu kontradiksi antara kepercayaannya sendiri dengan pengalaman Ayub. Elifas mengatakan bahwa apa yang ia percaya adalah berdasarkan apa yang ia saksikan sendiri. Namun, yang ia saksikan itu muncul dalam mimpi. Lagi pula, Elifas tidak jujur. Ia mulai dengan memuji Ayub atas kesalehannya, tetapi kemudian ia membalikkan kesaksian itu dan menegur Ayub sebagai orang yang jahat, yang menyembunyikan dosanya. Elifas tidak bersedia meninggalkan kepercayaan yang salah itu, malah setelah terpojok, ia memutarbalikkan kesaksiannya, dan menutup matanya terhadap kenyataan.(3)
Menurut pandangan Elifas, tidak mungkin seseorang menderita kecuali sebagai hukuman ilahi atas dosanya. Elifas tidak dapat mengerti penderitaan Ayub atas dasar psikologi modernnya yang berdasarkan para tua dan pengalaman gaib. Kasus Ayub tidak dapat dimengerti oleh Elifas, tetapi penderitaan orang saleh dapat dimengerti berdasarkan firman Allah.
Penjelasan Alkitab bukanlah sebagai mutiara-mutiara tentang makna dan kehidupan manusia, sebagaimana hal-hal itu dapat disimpulkan orang, melainkan merupakan suatu pemberitahuan dari pihak Yang Mahatahu. Alkitab menyajikan suatu epistemologi yang konkret. Alkitab memperkenalkan Maha Pencipta yang bersabda, yang menciptakan lingkungan kita ini dan memberikan penjelasan tentang ciptaan itu. Penjelasan itu termasuk beberapa kebutuhan psikis manusia. Pencipta tersebut menjelma menjadi manusia, masuk ke laboratorium sejarah empiris,(4) hidup di tengah-tengah manusia. Yesus dan kebenaran-Nya dapat disaksikan dan dilaporkan secara objektif, bukan oleh orang yang menduga-duga, melainkan oleh saksi-saksi mata.(5) Dia memberi beberapa bukti yang jelas dan mutlak bahwa Dia benar-benar Pencipta alam.(6)
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan adanya tiga pilihan yang sangat sukar dicari alasannya untuk menyangkali perbedaan seperti di bawah ini.
1. Psikologi Barat -- kesimpulan para ahli.
2. Kebatinan Timur -- kesimpulan para ahli.
3. Penjelasan Alkitab -- pemberitahuan (dari Allah).
Keyakinan dasar buku ini adalah bahwa hanya penjelasan Alkitab yang tepat dan patut kita pakai dalam menghadapi, mengerti, dan melayani sesama kita. Tidaklah bertanggung jawab untuk mencampur penjelasan firman Allah itu dengan unsur-unsur filosofi dari pendekatan-pendekatan yang manusiawi melulu. Sejauh kita mengawinkan pemberitahuan dengan prasangka, sedemikian jauh pula kita bergeser dari kenyataan.
Hal ini tidak berarti bahwa kaum Kristen harus menyingkirkan buku-buku psikologi dan hasil penelitian secara mutlak, atau bahwa segala usaha para psikolog tidak perlu dihargai. Kita harus bersedia menerima keterangan yang kita temui dalam tulisan-tulisan para ahli sekuler itu, sejauh keterangan itu adalah hasil penelitian yang nyata. Akan tetapi, kalau hasil penelitian tersebut ditafsirkan berdasarkan aksioma-aksioma yang tidak dapat dibenarkan dan yang biasanya belum terselidiki, tafsiran itu harus ditolak bulat-bulat. Dengan kata lain, kita wajib membedakan antara "data" dengan "tafsiran".
Dengan memilih dasar alkitabiah, beberapa hal yang biasanya terabaikan dalam teori dan riset psikologi akan mulai dipikirkan dengan serius, antara lain berikut ini:
1. Keterangan Alkitab tentang sifat dan sikap manusia.
2. Dosa sebagai penyebab banyaknya gangguan jasmani, kecemasan, dan depresi.
3. Pembaruan mental sebagai salah satu segi kehidupan rohani.
4. Perbedaan mentalitas antara orang Kristen dan mereka yang belum percaya.
5. Aktivitas Roh Allah dalam membina orang percaya.
Catatan:
1. Herbert, O. Mowrer. 1961. "The Crisis in Psychiatry and Religion". Princeton: van Nostrand.
2. Kitab Ayub 4, 5, dan 15. Para psikolog pun mempunyai tua-tuanya, misalnya Freud, Adler, dan Rogers. Dalam "Internal Psychology" terlihat unsur keterambangan pengalaman. Orang yang abnormal diharapkan dapat menemui jalan keluar dari abnormalitasnya melalui khayal.
3. Kitab Ayub 22.
4. Injil Yohanes 1:1-18. Perhatikan juga Injil Markus 4:1-12. Yesus menawarkan sesuatu yang dapat mereka periksa secara jasmaniah, sebagai bukti bahwa Dia sendiri adalah Allah yang berkuasa mengampuni dosa. Seluruh Injil Yohanes merupakan pembuktian bahwa Yesus adalah Sang Pencipta yang berasal dari surga.
5. Surat 1 Yohanes 1:1-4 dan 2 Petrus 1:16-21.
6. Harun, Hadiwiyono. "Kebatinan dan Injil". Jakarta: BPK.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Psikologi yang Sebenarnya
Judul bab: Suatu Masalah Epistemologi
Penulis: Dr. W. Stanley Heath
Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta 1995
Halaman: 18 -- 24
STUDI KASUS: MENANGGAPI ANAK YANG PERASA
Heather adalah anak remaja berusia 12 tahun yang perasa. Keputusan yang diambilnya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilainya secara pribadi, idamannya, perasaannya, dan kebutuhannya. Heather mengartikan peristiwa kehidupan secara subjektif. Ia sangat tertarik dengan orang-orang yang menyukainya dan yang disukainya. Memperoleh persetujuan orang lain sering kali lebih penting baginya daripada terus terang atau memberitahukan kebenaran. Mempertahankan kedamaian dalam suatu hubungan merupakan prioritas utama baginya. Dia mengharapkan penghargaan orang lain dan perlu mengetahui bahwa dia disukai. Apabila gurunya memuji dia, dia benar-benar akan mengerahkan tenaga untuk melakukan tugasnya.
Apabila suatu keputusan harus diambil, Heather pasti mempertimbangkan perasaan orang lain. Dia sangat cocok digambarkan sebagai orang yang lembut hati, berbelas kasihan, rukun, dan memperhatikan orang lain. Bahkan, pada usianya yang masih muda, Heather sudah menempatkan dirinya pada posisi orang lain. Ketika dia bertambah dewasa, keputusannya akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana keputusan itu mempengaruhi orang lain menurut pendapatnya. Terkadang, ia terlalu berlebihan dalam memenuhi kebutuhan orang lain, dengan menyenangkan orang lain sampai merugikan dirinya sendiri. Jika dia gagal mengimbangi perasaan-perasaannya dengan membina sisi logikanya, orang lain akan terus-menerus memanfaatkannya.
Orang tua Heather memikirkan sifatnya yang tidak tetap. Dia akan mengatakan tentang satu hal, tetapi kemudian mengubah pikirannya jika orang lain menentangnya. Dia sering memikirkan sesuatu. Jika seorang pemikir cenderung membebankan pada orang lain, seorang perasa seperti Heather terkadang dibebani oleh orang lain. Adalah baik baginya untuk berkata, "Tidak," tanpa merasa bersalah.
Lalu, bagaimana menolong anak yang perasa seperti Heather ini?
Berikut ini adalah beberapa gagasan yang dapat membantu Anda:
1. Berikan banyak penegasan secara verbal. Anak Anda perlu mendengar terus-menerus bahwa Anda tetap menghargainya, terutama apabila Anda tidak sependapat dengannya. Apabila Anda mengoreksi, berikan juga penegasan bahwa apa yang dilakukannya sudah baik. Misalnya, "Saya senang melihat kamu dan adikmu bermain bersama. Akan tetapi, hari ini kamu agak kasar. Jadi, kamu harus pergi ke kamarmu." Apabila Anda ingin melihat perkembangannya, tunjukkan minat yang tulus pada apa yang dikerjakannya, dan dia akan bersemangat menyenangkan Anda.
2. Doronglah sisi logikanya. Terlalu banyak anak yang termasuk kelompok ini, akhirnya melukai diri sendiri atau menjadi korban ketika mereka berusaha menolong orang lain. Berikan saran praktis yang menunjukkan bagaimana anak Anda dapat membagikan sifatnya yang lembut dan berbelas kasihan, dengan cara yang sehat baginya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Tantanglah dia untuk memikirkan keterlibatannya secara pribadi dalam tindakannya untuk menyenangkan orang lain supaya dia tidak menjadi korban.
3. Bicarakan dengan bahasa perasaan. Apabila anak Anda menceritakan perasaan-perasaannya kepada Anda, jangan menanggapi dengan banyak fakta. Tanggapilah terlebih dahulu sesuai dengan perasaannya. Misalnya, jika dia berkata, "Saya khawatir akan ujian mengeja besok." Jangan menyela dengan, "Berikan kepada saya daftar kata-katanya, dan saya akan mulai menguji dengan memberi pertanyaan-pertanyaan." Mungkin pada akhirnya dia akan memerlukan bantuan Anda, tetapi pertama-tama katakanlah kepadanya, "Kamu khawatir karena memikirkan ujian mengeja. Saya dapat melihatnya dari matamu. Pasti akan melegakan apabila ujian itu sudah berlalu, ya?" Setelah Anda berkomunikasi dengannya sesuai bahasanya, mungkin dia akan berlatih dengan Anda. Untuk mendorongnya, beritahukan tentang tugas yang Anda inginkan untuk diselesaikannya dan perasaan Anda setelah dia memenuhinya.
Seorang ibu berkata, "Biasanya saya membuat daftar tugas yang saya inginkan agar dilakukan anak perempuan saya, dan terkadang saya memberitahukan alasan-alasannya. Akan tetapi, kelihatannya hal itu tidak ada gunanya. Jadi, saya mulai menceritakan bagaimana perasaan saya apabila dia mengerjakannya, dan bagaimana perasaannya tentang dirinya apabila berhasil menyelesaikan tugasnya tersebut. Dan, hasilnya sungguh berbeda!"
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli buku: The Power of A Parent's Words
Judul buku terjemahan: Menjadi Orang Tua yang Bijaksana
Judul bab: Mengenali Kepribadian Anak Anda, Bagian Kedua
Judul asli artikel: Heather, Si Perasa
Penulis: H. Norman Wright
Penerjemah: Christine Sujana
Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta 1996
Halaman: 250 -- 253
STOP PRESS: MEMASUKI DUNIA PUSTAKA KRISTEN DALAM PUBLIKASI E-BUKU
Apakah Anda menyadari betapa pentingnya kegiatan membaca? Anda membutuhkan banyak informasi mengenai buku-buku Kristen yang perlu Anda baca?
Yayasan Lembaga SABDA <http://ylsa.org> mengajak Anda untuk segera mendaftarkan diri menjadi pelanggan publikasi e-Buku < http://sabda.org/publikasi/e-buku >. Setiap pelanggan e-Buku akan mendapatkan informasi tentang buku-buku Kristen yang layak dibaca, baik buku cetak maupun buku elektronik. Ada pula artikel-artikel, kesaksian pembaca, berbagai macam tips dunia baca, dan berbagai informasi dunia pustaka lainnya. Publikasi e-Buku bisa Anda dapatkan di mailbox Anda secara GRATIS setiap hari Kamis pada minggu kedua dan keempat. Cara berlangganan sangat mudah! Daftarkan diri Anda sekarang juga dengan mengirimkan email ke:
--> < subscribe-i-kan-buku(at)hub.xc.org > atau < buku(at)sabda.org >
Pastikan diri Anda selalu mengetahui buku-buku bermutu yang layak Anda baca untuk menolong pertumbuhan iman Kristen dan wawasan Anda!
Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Adiana Y.
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >